Page 42 - jhana dan umat awam
P. 42
sejati” Dīghāvu telah mematahkan kelima belenggu dan
mencapai buah ke tiga dari sang jalan.
Landasan teoritis atas pendekatan Dīghāvu dapat dibaca dari
sutta lain. Dalam AN 4:169/II 155-56, Sang Buddha
membedakan dua jenis yang-tidak-kembali: seorang yang
mencapai Nibbāna akhir tanpa usaha (asaṅkhāra-
parinibbāyī), dan seorang yang mencapai Nibbāna akhir
dengan usaha (sasaṅkhāra-parinibbāyī). Yang pertama adalah
seorang yang masuk dan berdiam dalam empat jhāna
(dijelaskan melalui formula umum). Yang ke dua
mempraktikkan meditasi “keras” seperti perenungan pada
kebusukan jasmani, perenungan pada kejijikan makanan,
kekecewaan pada seluruh dunia, persepsi ketidak-kekalan
dalam segala bentukan, dan perenungan kematian. [37] Sekali
lagi, tidak ada penegasan pasti bahwa yang ke dua sama sekali
tanpa jhāna, tetapi perbedaan jenis ini dengan seorang yang
memperoleh empat jhāna menyiratkan kemungkinan ini.
Walaupun kemungkinan bahwa ada yang-tidak-kembali tanpa
jhāna tidak dapat diabaikan, namun dari Nikāya-Nikāya kita
dapat memperoleh beberapa alasan mengapa kita umumnya
mengharapkan seorang yang-tidak-kembali memilikinya.
Salah satu alasan terletak pada tindakan untuk menjadi yang-
tidak-kembali. Ketika naik dari tingkat yang-kembali-sekali
menuju yang-tidak-kembali, meditator melenyapkan dua
belenggu yang telah dilemahkan oleh yang-kembali-sekali:
keinginan indria (kāmacchanda) dan niat buruk (byāpāda).
Sekarang kedua belenggu ini juga merupakan dua pertama di
antara kelima rintangan, kekotoran yang harus ditinggalkan
38