Page 12 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 12
adalah hegemoni terhadap orang lain. Di dalam kekuasaan dan kepemimpinan ada
upaya menakhlukkan orang lain.
B. Mitologi Kepemimpinan Jawa
Banyak mitos yang melingkupi kepemimpinan Jawa. Pimpinan keraton Mataram,
yang dibagi dua menjadi Yogyakarta dan Surakarta, meyakini ada hubungan dengan
kekuatan gaib Kangjeng Ratu Kidul. Legitimasi mitos ini sering diperingati dengan
aneka ritual. Setiap pimpinan di Jawa, hampir selalu berhubungan mistis dengan
kekuatan di luar dirinya. Mitos selalu menjadi tumpuan gaib para pemimpin Jawa, agar
legitimasinya lebih terpercaya.
Mitologi Jawa banyak menguasai alam pikiran Jawa. Ali (1986:3-4) membeberkan
bahwa alam pikiran Jawa yang bersifat mistis, ditandai dengan keyakinannya pada
duku yang disebut wirid. Lewat Serat Wirid misalnya, orang Jawa meyakini bahwa
Tuhan “ada dalam diri manusia.” Mitos semacam ini, yang sering memoles daya
kekuasaan Jawa itu sebagai wakil (badaling Hyang Widi) dari Tuhan. Oleh sebab itu
sabda seorang pimpinan (raja) dianggap memiliki kekuatan khusus. Sabda raja
dianggap kitah, yang memuat suara Tuhan. Atas dasar ini pemikiran simbolik orang
Jawa sering menjadi acuan seorang pimpinan.
Barthes (Barker, 2005:72) menggariskan bahwa mitos adalah wujud pemikiran
semiologi. Semiologi adalah ilmu symbol, yang biasanya memaknai lewat jalur
konotatif. Mitos dipelajari lewat mitologi. Mitologi adalah paham tentang symbol
pemaknaan yang biasanya lebih luas dari makna denotatif. Pemimpin Jawa banyak
bermain dengan mitos. Maka kepemimpinan Jawa tentu berbeda dengan
kepemimpinan etnis lain. Dalam hal suksesi saja, kepemimpinan Jawa jelas khas. Ciri
khas kepemimpinan Jawa dalam hal suksesi, antara lain (a) pengganti pimpinan harus
trahing kusuma rembesing madu, maksudnya masalah keturunan sangat
dipertimbangkan. Trah menjadi syarat utama dalam dunia pemimpin Jawa; (b) dipilih
oleh pemimpin sebelumnya, dengan jalan ditunjuk, asalkan memenuhi kriteria.
Pemimpin yang ditunjuk tidak dapat menolak, meliankan harus sendika dhawuh, artinya
harus mengikuti perintah, (c) tanpa ada periodisasi kepemimpinan, tergantung yang
bersangkutan akan turun tahta atau belum. Biasanya kalau yang bersangkutan masih
sehat wal afiat, kepemimpinan belum ada suksesi.
Harus disadari bahwa setiap jenis kepemimpinan dan etnis memiliki ciri-ciri
tersendiri. Setiap wilayah juga mengemban kepemimpinan yang berbeda-beda. Ciri-ciri
tersebut akan berubah sesuai tuntutan zaman. Ciri kepemimpinan Jawa pun mengalami
perubahan-perubahan dari waktu ke waktu. Ciri kepemimpinan Jawa lebih bermodus
pada hal-hal yang bersifat tradisional. Bahkan modernitas pun oleh pemimpin Jawa
diolah kembali dengan aneka tradisi. Menurut hemat saya, kepemimpinan dalam
budaya Jawa memiliki beberapa ciri, yakni:
(1) monocentrum
(2) metafisis
(3) etis
(4) pragmatis
(5) sinkretis
Monocentrum bermakna bahwa kepemimpinan berpusat pada figur yang tunggal.
Ciri semacam ini dipengaruhi era kepemimpinan raja. Raja menjadi sumber sentral