Page 17 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 17

mencegah  segala  cara  kelakuan  yang  bisa  mengganggu  keselarasan  dan
               ketenangan  dalam  masyarakat.  Kedua,  prinsip  ini  pada  intinya  tidak  menyangkut
               pada  sikap  batin  atau  jiwa,  tapi  pada  penjagaan  keselarasan  dalam  hubungan
               pergaulan.
                    Yang perlu dicegah adalah konflik-konflik yang terbuka  dan diupayakan jangan
               sampai  ada  perselisihan  dan  pertentangan  yang  nampak  terbuka.  Inti  dari  prinsip
               kerukunan ialah tuntutan untuk mencegah segala kelakuan yang bisa menimbulkan
               konflik  terbuka,  demikian  menurut  Magnis-Suseno.  Kaidah  dasar  kehidupan
               masyarakat Jawa berikutnya adalah prinsip hormat yang mengatakan bahwa setiap
               orang  dalam  bicara  dan  membawa  diri  harus  selalu  menunjukkan  sikap  hormat
               terhadap  orang  lain,  sesuai  dengan  derajat  dan  kedudukannya.  Pandangan  ini
               berdasar pada suatu cita-cita masyarakat yang teratur baik, yang mana setiap orang
               mengenal  tempat  dan  tugasnya  sehingga  dengan  demikian  ikut  menjaga  agar
               seluruh  masyarakat  merupakan  suatu  kesatuan  yang  selaras.  Mereka  yang
               berkedudukan tinggi harus dihormati sedang sikap yang tepat terhadap mereka yang
               lebih  rendah  kedudukannya  adalah  sikap  kebapakan  atau  keibuan  dan  rasa
               tanggung  jawab.  Oleh  karena  demi  tatanan  sosial,  orang  jangan  mau
               mengembangkan  ambisi-ambisi,  jangan  mau  bersaing  satu  sama  lain,  melainkan
               hendaknya  puas  dengan  kedudukan  yang  telah  diperolehnya  dan  menjalankan
               tugasnya  masingmasing  dengan  sebaik-baiknya.  Sebab  menurut  Mulder  ambisi,
               persaingan,  kelakuan  kurang  sopan,  dan  keinginan  untuk  mencapai  keuntungan
               material  pribadi  dan  kekuasaan  merupakan  sumber  segala  perpecahan,
               ketidakselarasan, dan kontradiksi yang seharusnya dicegah dan ditindas.
                    Dari  prinsip  inilah  muncul  rasa  `isin'  atau  malu,  bila  orang  Jawa  tidak  mampu
               menunjukkan sikap hormat yang tepat. Dan prinsip hormat itu pula muncul adanya
               perasaan `sungkan' yang mendekati makna `isin'. Hildred Geertz (1986) melukiskan
               rasa `sungkan' sebagai "rasa hormat yang tidak sopan terhadap atasan atau sesama
               yang  belum  dikenal.  Sungkan  ini  merupakan  rasa  maiu  yang  positif,  sebab
               merupakan pengekangan halus terhadap kepribadian sendiri demi hormat terhadap
               pribadi lain".
                    Kedua prinsip di atas menumbuhkan apa yang disebut budaya ewuh-pakewuh di
               kalangan elite politik. Pengaruh tersebut nampak sekali dalam perilaku para pejabat
               yang menduduki jabatan tertentu dengan para bawahannya. Pada level puncak kita
               dapati pola hubungan atasan bawahan yang menggambarkan pola hubungan 'bapak
               dengan  anak'.  Ada  penghargaan  dan  rasa  hormat  yang  sangat  besar  dari  para
               pejabat  yang  lebih  muda  atau  yunior  terhadap  senior  mereka.  Sering  kata-kata
               pejabat  senior  dianggap  sebagai  petunjuk  yang  harus  dilakukan  tanpa  boleh
               dibantah,  karena  kritik  atau  sanggahan  akan  menimbulkan  jalinan  hubungan  yang
               tidak selaras dan harmonis lagi.
                    Dalam  hal  pencalonan  seseorang  menjadi  calon  presiden  atau  wakil  presiden
               tampak  besarnya  pengaruh  kebudayaan  ewuh-pakewuh  di  kalangan  sementara
               pejabat tinggi. Pada tahun 1992 lalu banyak nama pejabat/menteri yang diunggulkan
               atau  disebut-sebut  sebagai  figur  yang  pantas  untuk  dicalonkan  sebagai  presiden
               atau  wakil  presiden,  seperti  Pangab.lenderal  Try  Sutrisno,  Rudini,  Soesilo
               Sudarman, Sudharmono, B.J. Habibie, Menhankam Jenderal TNI Edi Sudrajat, yang
               mana kesemuanya adalah orang-orang yang masih atau pernah menjadi pembantu
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22