Page 14 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 14
Secara praktis, pandangan ini masih dianut oleh calon pemimpin-pemimpin di
Jawa. Untuk mencalonkan dalam bursa kepemimpinan, banyak calon pemimpin
melakukan ritual-ritual untuk mendapatkan kekuatan spiritual seperti memiliki/ membeli
”azimat”, tapa kungkum, meminta restu ”orang pintar”, ritual tertentu, dan lain-lain.
Sementara itu, hal terkait dengan kapabilitasnya sering diabaikan.
Sementara itu, secara dramatis juga digambarkan oleh Ranggawarsita bahwa
raja-raja di Jawa adalah keturunan dari Nabi Adam yang kemudian juga menurunkan
dewa-dewa seperti Batara Guru dan Semar yang tampak dalam Paramayoga
(Ranggawarsita, 1997). Khusus Semar, dianggap sebagai salah satu tanda turunnya
wahyu sehingga siapapun yang diikuti Semar akan menjadi pemimpin yang baik
(Subroto, 1957). Kepemimpinan semacam ini bersifat mistis. Figur mistis dijadikan
backing kepemimpinan Jawa. Akibatnya, orang Jawa ada yang memegang teguh
perilaku misitis dalam kepemimpinan.
Nilai kepemimpinan Jawa bersifat etis, artinya apa yang diidamkan adalah sesuatu
yang berdasar pada baik buruk, tetapi konsep aplikasi riil yang ditawarkan sama sekali
tidak ditunjukan. Dengan kata lain, nilai-nilai yang disampaikan tidak disertai dengan
semacam metode pencapaian. Konsep-konsep kepemimpinan yang disampaikan
tampaknya merupakan konsep-konsep yang sangat pragmatis. Hal ini, misal misal,
tampak dalam Serat Tripama (Tiga Perumpamaan) dari lingkungan Mangkunegaran
yang mengidolakan tiga tokoh kontroversial: .Sebagai misal, kehadiran tokoh
Kumbakarna, Adipati Karna, dan Sumatri (Patih Suwanda) terkait erat dengan fakta
historis Mangkunegaran yang eksis di pihak perlawanan, khususnya terhadap
Kasunanan yang merupakan simbolisasi dari Pandawa (raja-raja Mataram menganggap
dirinya keturunan Arjuna) (Sudardi, 1995). Keterkaitan simbolisasi tokoh ideal dengan
fakta historis dapat dipahami dengan bagan berikut.
Tokoh Cerita Mangkunegara
Kumbakarna Tokoh yang setia kepada Mangkunegaran berjuang dengan dalih
Negara mencintai dinasti Mataram
Karna Setia pada Kurawa karena Dalam sejarahnya, Mangkunegara
ditolong oleh Kurawa dan adalah sentana Kartasura yang
dijadikan Adipati, meskipun terbuang, ia dapat terangkat menjadi
yang menolong adalah musuh Adipati karena bantuan Belanda
adik-adiknya.
Suwanda Patih yang setia pada Mangkunegara dalam sejarah
Arjunasasrabahu dan dapat selanjunya banyak membantu Belanda
menyelesaikan pekerjaan dalam menumpas pemberontakan
sehingga menjadi.
Karena itu, dapatlah dipahami apabila konsep kepemimpinan dalam Tripama
menampilkan tokoh-tokoh idealis yang kontroversial karena kedudukan Mangkunegara
di zamannya dapat dikatagorikan sebagai tokoh yang kontroversial karena berani
menentang Kasunanan. Munculnya idealisme terhadap tokoh-tokoh tersebut terkait
aspek pragmatis, untuk membenarkan tindakan-tindakan Mangkunegara selama itu.
Kepemimpinan Jawa bersifat sinkretis, artinya konsep-konsep yang diambil
adalah konsep-konsep yang berasal dari berbagai agama yang memiliki pengaruh pada
pola pikir di Jawa, khususnya Islam dan Hindu. Pola pikir Islam biasanya disadap dari