Page 161 - Toponim sulawesi.indd
P. 161
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 147
Di banyak tempat di Indonesia, apalagi jika kota itu dibangun oleh
kolonial, maka pada umumnya sebagai kota benteng. Dalam catatan sejarah
diketahui duakali benteng dibangun di Kema yang pertama oleh Spanyol
dan yang kedua oleh kompeni Belanda. Tahun 1651 benteng Spanyol di
Kema dibangun oleh Bartolomeo de Soisa. Selanjutnya, tahun 1776 Belanda
membangun dua post kecil atau benteng di dekat muara sungai Kema dan
diberi nama benteng “Utregt” serta dilengkapi dengan seorang sersan, dua
orang kopral, dua belas tenaga bantuan, dan lainnya Molsbergen, 1928:
134). Biasanya, untuk perekrutan tenaga bantuan lainnya diambil dari
orang-orang pribumi, penduduk setempat, para budak yang dimerdekakan
(mardjikers) untuk dididik menjadi soldado (serdadu) dan tenaga bantuan
keamanan lainnya. Mereka kemudian dipekerjakan sebagai schutterijk atau
pasukan penjaga pantai, pasukan penembak.
Biasanya kota benteng itu dibangun di sekitar muara sungai sebagai
cikal bakal tempat berlabuh yang kemudian menjadi pelabuhan. Sungai
berfungsi sebagai jalur transportasi ke pedalaman selain jalan darat, dan
laut yang terbuka bagi datangnya berbagai sukubangsa dan latar belakang
identitas. Dari situ tumbuh pemukiman-pemukiman berdasarkan asal usul,
kemudian kawin-mawin sebagai buah dari interaksi antarmanusia sebagai
mahluk sosial, kemudian berkembang dengan percepatan jumlah penduduk
yang lama kelamaan, yang tadinya sebagai pelabuhan pesisir, pelabuhan
tradisional, akhirnya menjadi satu pelabuhan yang representatif. Kema
misalnya, tadinya adalah sebuah pantai yang secara topografi memadai
sebagai tempat labuh perahu nelayan yang kemudian berkembang sebagai
suatu pelabuhan yag memainkan peran penting pada periode Portugis dan
Spanyol di abad ke-16 dan 17 sampai kehadiran VOC-Belanda, dan bangsa-
bangsa Eropa lainnya. Fasilitas benteng, biasanya dibangun factory atau
gudang penampung hasil pertanian, sebuah pasanggarahan atau rumah
besar sebagai tempat tinggal atau kantor bagi pembesar kolonial, dan kapel
(gereja). Tidak hanya itu, pemukiman sekitar benteng diatur sedemikian