Page 263 - Toponim sulawesi.indd
P. 263

Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi  249

                       Kedatangan etnis Bugis-Makassar diperkirakan terjadi sejak terjadinya

                 konflik antara kerajaan di Sulawesi dengan Belanda pada tahun 1667. Konflik
                 tersebut  mendorong  etnis di  Sulawesi  Selatan  meninggalkan daerahnya

                 dengan mencari daerah baru, khususnya Sulawesi Tenggara, termasuk Buton.
                        Perkembangan  pemukiman  masyarakat  cenderung bergerak  ke
                 arah pinggir  pantai.  Perkembangan  ini  mengikuti  perubahan  orientasi

                 masyarakat ke sektor ekonomi perdagangan. Perkembangan pemukiman
                 ini adalah dampak dari adanya pergeseran orientasi masyarakat ke sektor

                 ekonomi perdagangan antarpulau. Muara dari semua perkembangan itu
                 adalah  terjadinya perubahan pada masyarakat  secara  fisik seperti  yang
                 terlihat pada perumahan, perabot rumah tangga, jaringan jalan kota, dan

                 kondisi bangunan masyarakat. Fasilitas kota yang berkembang adalah pasar
                 dan pelabuhan untuk kepentingan perdagangan dan nelayan di Bau-Bau.

                       Kesultanan Buton membangun jaringan jalan dimulai dari kompleks

                 keraton di dalam benteng sebagai pemukiman menetap masyarakat. Pada
                 sebelah utara benteng, jalan bersambung ke daerah Kotamaru dan kampung
                 Wajo di Bau-Bau. Jaringan jalan ke sebelah ti mur adalah yang menghubung-

                 kan antara pemukiman kota Buton dengan kampung Wale dan pelabuhan
                 perdagangan Bau-Bau. Sebelum ada jaringan jalan, jalur itu bisa dilalui den-
                 gan menyusuri sungai menuju pelabuhan dagang Bau-Bau dengan melewati

                 kampung Wale. Di sebelah selatan, jalan dibuka menuju Baadia, sedangkan
                 ke sebelah barat jalan dibuka untuk menghubungkan kampung Lamangga

                 dan Katobengke dengan pusat pemerintahan di dalam benten.

                       Jaringan jalan di kota Bau-Bau berkembang ketika pemerintah Hindia
                 Belanda menguasai daerah itu pada tahun 1906. Jaringan jalan dibuka dari

                 Bau-Bau ke Pasarwajo sepanjang 46 km. Jalan ini diperpanjang 5 km ke arah
                 Banabungi, karena tempat kedudukan kantor perusahaan dan pertambangan
                 aspal Buton. Penemuan tambang aspal  tahun 1920 telah menjadi pendorong

                 bagi peningkatan fasilitas jalan ke pelabuhan ekspor aspal (Pasarwajo) ke
   258   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268