Page 280 - Toponim sulawesi.indd
P. 280
266 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
penyebab kehadiran orang-orang Wawonii. Pada pasca kemerdekaan,
terdapat dua gangguan, yakni karena gangguan gerombolan DI/TII di
bawah pimpinan Kahar Muzakar (1950an dan 1960an). Pada masa Orde
baru, faktor ekonomi dan kesempatan pendidikan menjadi alasan utama
orang-orang Wawonii datang dan bermukim di Kota Kendari.
Orang-orang Kapuntori datang mengisi ruang kota di Kendari tidak
lepas dari gangguan berupa tekanan dari pejabat kerajaan lokal. Kapuntori
adalah salah satu wilayah yang masuk dalam kesultanan Buton. Seperti
diketahui bahwa dalam laporan pemerintah kolonial sebelum penemuan
dan produksi aspal, pemerintahan Buton mengalami kekurangan dalam
pendapatan. Sumber pendapatan kerajaan hanya berasal dari perdagangan,
pajak pelabuhan, dan pajak kepala yang diperkenalkan pemerintah kolonial.
Dengan penerapan sistem pajak, maka rakyat Kapuntori mengalami tekanan
hebat, dan satu-satunya jalan untuk terbebas dari pajak adalah melakukan
migrasi. Mereka menuju Kendari dengan harapan bisa terbebas dari pajak
dan menemukan mata pencaharian baru.
Pertambahan penduduk Kendari tidak lepas dari posisi Kota Kendari
sebagai salah satu pusat pemerintahan kolonial. Dengan status itu, Kota
Kendari mulai menerima penduduk dari Minahasa, Menado, Jawa, Eropa,
dan lebih banyak dari Makassar. Hal ini tidak lepas dari kebutuhan Kendari
sebagai Kota untuk mengisi posisi birokrasi yang ada di kota Kendari. Data
yang ditulis Trefers menunjukan bahwa pada tahun 1913 pada distrik
46
Sampara terdapat 1909 orang tenaga kerja. Pada tahun 1917, jumlah
penduduk Kendari diperkirakan 60.000 orang, dan 14.300 orang adalah
laki-laki. Adapun data hasil sensus tahun 1930 atau yang dikenal dengan
volkstelling dapat dilihat berikut ini.
46 F. Trefers, op. cit., hlm. 202