Page 286 - Toponim sulawesi.indd
P. 286
272 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
Gambar 5.2.3 Tampak Teluk Kendari Pada awal abad XX, sebagai Tempat
Berlabuh Yang Aman dari berbagai Gangguan
Sumber: F. Treffers, “Het Landschap Laiwoei in Z.O. Celebes en Zeijne
Bevolking” in TNAG, Deel XXXI, Tweede Serie, (Leiden: Boekhandel en
Drukkerij, 1914), hlm. 191
Dikuasainya Sulawesi Tenggara, dan khususnya kota Kendari
oleh pemerintah kolonial Belanda, membawa implikasi pada kebijakan
pembangunan kota di bawah kendali pemerintah kolonial. Birokrasi kolonial
Belanda bebas dan berhak mengatur daerah itu sesuai yang diinginkan. Salah
satu hal yang mendapat perhatian serius adalah pembangunan Asrama
56
militer dan pembangunan gereja dilaksanakan. Pembagian wilayah juga
57
dilakukan dalam bentuk distrik. Selain itu, infrastruktur kota seperti jalan
raya, fasilitas ibadah, dan perkantoran juga dibangun. Fasilitas perkantoran
dipusatkan di kota lama Kendari dan wilayah perbukitan. Jaringan jalan
dibuka untuk akses perkantoran dan peribadatan. Selain itu, jaringan jalan
raya dibuka ke daerah-daerah pedalaman seperti ke Wawotobi. Wilayah
itu merupakan daerah penghasil beras utama dipasarkan ke kota Kendari.
Panjang jalan dari pusat kota Kendari menuju Wawotobi adalah 62 km.
56 Gambaran tentang Kota Kendari beserta fasilitasnya dapat dilihat pada foto gereja, Koleksi KIT,
wilayah Sulawesi nomor 0810/044, Arnas Jakarta, 2000; Memori Serah Terima F.H.F, Taatgen, 1933,
loc. cit,.
57 Sebelum tahun 1938, Kendari tergabung ke dalam Afdeling Buton dan Laiwui. Kendari pada saat itu
berstatus sebagai onderafdeling yang diperintah oleh controleur. Status ini berlanjut hingga tahun 1942.