Page 374 - Toponim sulawesi.indd
P. 374
360 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
disusul datangnya berbagai penduduk dari negeri lain untuk bermukim di
sana. Hal itu terjadi, setelah diketahui bahwa hukum duel itu sudah tidak
diberlakukan lagi dan diganti dengan hukum adat. Di mana hukum adat itu
bertolak dari:
“oro wali-wali
Tutu wali-wali
Sa’bi wali-wali
Anna timbang wali-wali”
Artinya:
“ kedua belah pihak dihadapkan, dan
keduanya dimintai keterangan saksi-saksi
kedua belah pihak,
kemudian dipertimbangkan semasak-masaknya.”
Prosedur hukum seperti itulah yang dipakai oleh raja-raja Balanipa
berikutnya secara turun-temurun. Hal ini membuktikan pada kita, bahwa
hukum formal telah diterapkan dalam memutuskan sebuah perkara.
Setelah I Manyambungi mangkat, beliau dianugerahi rakyat dengan gelar
“todilaling.” Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
“Tomepayung” (ibunya orang Makassar) sebagai raja ke-2. Raja ini memiliki
kecakapan yang luar biasa dalam mengatur pemerintahan, beliaulah
yang menyusun struktur pemerintahan dengan: 10 menteri atau dewan
bangsawan yang dipimpin oleh Mara’dia Matoa sebagai perdana menteri.
10 dewan bangsawan itu disebut: “ada’ sappulo,” sekaligus merangkap
sebagai anggota konstituante yang ditetapkan oleh “Appe Banua Kaiyang,”
yang berfungsi memilih, mengangkat dan memberhentikan raja dan
ada’ 10 sokko ini berarti bahwa pemerintah kerajaan di Mandar sudah
melaksanakan dasar-dasar demokrasi sejak abad ke-16.
Selain ada’ 10 sokko, ditetapkan pulah seorang Mara’dia Malolo
sebagai panglima perang yang langsung memimpin “appe jannangan”
(empat jenis kesatuan pasukan) yang oleh orang Mandar disebut: