Page 376 - Toponim sulawesi.indd
P. 376

362     Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi


               putera pemberaninya Balanipa).


                     Naiyya Pamboang anak tobainenai Balanipa (Pamboang adalah anak
               puterinya Balanipa, sedang yang lain belum diberi fungsi karena masih kecil.


                     Maksud penamaan tersebut di atas adalah: Balanipa sebagai ketua,
               Sendana sebagai wakil, Banggae sebagai sayap kanan, Pamboang sebagai
               sayap kiri, dan yang lainnya sebagai anggota. Bila ada sesuatu permasalahan

               yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh anggota, maka Kerajaan Banggae
               dan Kerajaan Pamboang yang akan menyelesaikan. Jika belum juga selesai,
               maka Sendana yang akan menyelesaikannya. Kalaupun belum juga selesai,

               maka putuslah  oleh  Balanipa,  karena  keputusan  tertinggi ada  di  tangan
               Kerajaan Balanipa.





               7.2 Spirit Kerajaan-kerajaan Lokal di Sulawesi Barat


                     Pembentukan suatu  kerajaan  di pitu  ba’bana  binanga (mandar

               bagian pantai) pada umumnya sama, yaitu didirikan oleh beberapa negeri
               persekutuan adat, misalnya Kerajaan  Balanipa  terdapat 4  negeri  yang
               disebut  4 banua  kaiyang (empat negeri  besar) yaitu Napo, Samasundu,

               Mosso, Todang-Todang, dimana masing-masing negeri mempunyai kepala
               pemerintahan sendiri yang merupakan pemangku adat setempat bergelar

               Pappuangan. Sebagai pucuk pimpinan kerajaan yang dipilih dan diangkat
               seaorang raja yang bergelar Maradia dan Pemangku Adat (Pappuangan)
               mula-mula terdiri dari satu atau dua orang anggota yang dinamai hadat dan

               bergelar pa’bicara atau lain-lain nama menurut keadaan setempat, sehingga
               kebijaksanaan jalannya pemerintahan tertinggi kerajaan itu tidak berada
               dalam tangan kekuasaan  seorang  raja,  akan tetapi selalu  menegakkan

               azas musyawarah untuk mufakat antara raja dan adatnya yang menurut
               adat dikatakan “andiangi mala sisara’ ulu anna salakkana” (artinya tidak
   371   372   373   374   375   376   377   378   379   380   381