Page 397 - Papua dalam arus sejarah bangsa
P. 397

wilayah yang otonom. Otonomi Khusus   lebih demokratis dengan munculnya   bagian yang integral secara historis   yang diterapkan Indonesia; Kedua,
 untuk Papua diberikan berdasarkan   putra-putri daerah yang dapat masuk   dengan Indonesia dalam konteks   persoalan mengenai kekerasan fisik
 UU No. 21 Tahun 2001. Kebijakan   ke struktur pemerintahan untuk   historiografi nasional, setelah ada   dari angkatan bersenjata (militer)
 ini ditujukan untuk memperkuat   memajukan wilayahnya sendiri.   kekosongan panjang yang membuka   yang timbul karena adanya kuasa
 landasan pemerataan pembangunan   Pada dasarnya, otonomi khusus   jarak antara Pemerintah Pusat   politik. Akibatnya, muncul tuduhan
 di Papua, berdasarkan kearifan dan   telah memberikan kewenangan bagi   dengan Pemerintah Daerah Papua.   pelanggaran HAM terhadap rezim
 kecemerlangan lokal (local genious   Pemerintah Daerah, baik dalam lingkup   Berdasarkan pemetaan yang telah   pemerintahan yang dianggap
 and indigenousity) yang mereka miliki,   provinsi maupun kabupaten dan kota,   dilakukan LIPI sepanjang tahun   sentralistis, otoriter, dan mengekor
 sehingga pembangunan yang ada   untuk mengatur tata kehidupannya   2004–2006, terdapat analisis terkait   kapitalisme internasional. Kekerasan
 menjadi tepat sasaran dan tepat guna.   sendiri secara bertanggung jawab   persoalan konteks, dan kontradiksi   dipandang sebagai bentuk pertahanan
 Status otonomi khusus diharapkan   kepada Pemerintah Pusat.  narasi yang berkembang di Papua   terhadap keutuhan NKRI, namun
 dapat mendorong pembangunan yang   sejak kemerdekaan Indonesia hingga   sesungguhnya telah melanggar
 meningkatkan taraf hidup masyarakat   Papua telah menjalankan sistem   masa Otonomi Khusus di era Reformasi   HAM. Ketiga, persoalan kegagalan
 Papua, menciptakan keadilan, serta   otonomi khusus sejak tahun 2001   (Widjojo 2009:7). Pertama, persoalan   pembangunan dari rezim tersebut
 menjadi wadah bagi aspirasi dengan   melalui ketetapan Undang-Undang   mengenai sejarah integrasi, status   yang tidak tepat sasaran, oleh karena
 dibentuknya Majelis Rakyat Papua   No. 21 tahun 2001, agar integrasi   politik, dan identitas politik yang   pembangunan yang dimaksudkan
 di Jayapura yang beranggotakan   dapat dicapai. Namun, yang tercipta   termasuk pada konteks peralihan   untuk memodernkan Papua, justru
 penduduk asli, serta DPRD Tingkat   justru pemekaran wilayah yang   kekuasaan dari Belanda ke Indonesia   malah meningkatkan migrasi tenaga
 Provinsi setempat (Numberi 2013:51).  memicu penyimpangan administrasi   dalam lingkup Perang Dingin. Narasi   kerja yang membuat penduduk asli
 dan anggaran pembangunan daerah.   yang dominan muncul adalah bahwa   termarjinalkan.
 Otonomi Khusus adalah affirmative   Akibatnya, perlawanan yang ada   Papua merupakan bagian dari
 policy atau kebijakan yang berpihak   terhadap sebuah kesalahan pertama   NKRI yang pengesahan statusnya   Terakhir, telah terjadi inkonsistensi
 pada masyarakat asli Papua. Pemberian   berubah menjadi kesalahan sistemik   berdasarkan Pepera dan Resolusi PBB,   kebijakan Otonomi Khusus dan
 kemandirian—untuk mengelola   yang memandang Papua sebagai   serta pemaknaan integrasi sebagai   marjinalisasi orang Papua yang
 pemerintahannya sendiri berdasarkan   wilayah yang konstan separatis.  kemerdekaan dari kolonoalisme.   semakin kuat di era Reformasi yang
 atas otonomi dan pemekaran—  Namun sebaliknya, pendapat lain   seharusnya membawa pandangan dan
 memberikan Papua kesempatan untuk   “Kunjungan kembali” terhadap alur   menyebutkan bahwa orang Papua   tindakan yang jauh lebih demokratis.
 mengelola Dana Otonomi Khusus,   cerita sejarah Papua perlu dilakukan   berasal dari rumpun ras Melanesia   Otonomi Khusus dianggap mampu
 selain dari Dana Alokasi Umum dan   guna meluruskan fakta-fakta sejarah   yang tidak bersangkut paut dengan   mengintegralkan pembangunan di
 Dana Bagi Hasil yang bermanfaat   yang ada, agar pada akhirnya   ras orang-orang Indonesia pada   Papua dengan pembangunan di
 bagi percepatan pembangunan dan   ditemukanlah nilai Keindonesiaan di   umumnya, Pepera tidak mewakili   Indonesia bagian barat, kendati yang
 pemerataan kesejahteraan (Numberi   dalam nilai Kepapuaan itu sendiri.   aspirasi rakyat Papua, dan integrasi   sebenarnya dibutuhkan sebelum
 2013:227). Otonomi semacam ini   Pada akhirnya, Papua dapat menjadi   merupakan praktik neokolonialisme   hal-hal tersebut dipenuhi adalah



                                                                                        3
 3800
 38  P PAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSAAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA  P PAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSAAPUA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA  38181
   392   393   394   395   396   397   398   399   400   401   402