Page 291 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 291
”Enak saja! Janji itu batal dengan sendirinya kalau kau me-
rusak sesuatu.” Opa melambaikan tangan, menunjuk mobil ko-
doknya yang mulai ditarik keluar dari permukaan waduk.
Orang-orang berseru memberi aba-aba, belalai penciduk tanah
itu sedikit bergetar.
Kami kembali asyik menonton.
Tetapi lagi-lagi tentu saja Opa bergurau, esok pagi-pagi kami
sudah asyik belajar menembak.
Opa meminjamiku pistol tua, memberikan penutup telinga,
lantas kami sibuk dar-der-dor di halaman kanan rumah yang
disulap jadi tempat latihan tembak dadakan.
Itu untuk kedua kalinya aku berkunjung ke rumah peristirahat-
an Opa, liburan sekolah. Usiaku belum genap lima belas. Opa
semangat menyusun jadwal agar aku betah, membuatku me-
lupakan banyak hal, apalagi untuk sekadar bertanya tentang ke-
jadian masa lalu. Aku tidak keberatan, lagi pula aku tidak
tertarik membahas kenangan buruk itu.
”Dari mana Opa belajar menembak?” Kami sedang beristi-
rahat, duduk di dermaga, betis terendam di dinginnya air wa-
duk.
”Kalau kau bertanya demikian, berarti kau mau bilang orang
tua ini termasuk jago menembak, Tommi.” Opa tertawa senang.
Aku menyengir.
”Autodidak, Tommi. Tidak ada yang mengajari orang tua ini.”
”Mengemudi speed? Merawat mobil?” Aku menguap, berusaha
mengisi sesuatu dengan percakapan.
”Itu juga autodidak. Sama seperti bermain musik, meskipun
dalam bidang itu Opa tidak berbakat sama sekali.” Opa ter-
tawa.
289
Isi-Negeri Bedebah.indd 289 7/5/2012 9:51:13 AM