Page 292 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 292
”Berbisnis?”
”Ya, sama seperti berbisnis. Mana ada sekolah bisnis pada
zaman Opa masih muda? Opa lulus sekolah rakyat pun tidak.
Semuanya dipelajari sendiri. Dicoba, gagal. Dicoba, gagal lagi.
Terus saja kaulakukan. Lama-lama kau tahu sendiri bagaimana
seharusnya trik terbaik dan tidak mengulangi kesalahan yang
sama. Itu sekolah terbaik. Apa kata bijak itu? Pengalaman adalah
guru terbaik.”
Aku mengangguk. ”Aku akan menjadi autodidak seperti
Opa.”
Opa mengacak rambutku. ”Itu bagus. Sepanjang kau punya
semangat untuk itu, kau bisa ahli dalam banyak hal tanpa harus
duduk di kelas.”
Kami diam sejenak. Sebuah perahu nelayan melintas, bebera-
pa penumpangnya melambai. Opa balas melambai.
”Hanya saja, esok lusa, dunia akan berubah banyak, Tommi.”
Opa menatap hamparan permukaan waduk yang kembali
lengang setelah perahu tadi pergi, kabut turun membungkus pe-
bukitan.
”Hari ini, misalnya, semua pebisnis seperti Opa memilih
hidup susah untuk mengumpulkan modal. Menahan diri untuk
belanja, agar tabungan cukup untuk memperbesar bisnis, ber-
sabar, konsisten, hati-hati. Esok lusa, orang-orang lebih memilih
meminjam uang di bank, menerbitkan surat utang, atau jenis
utang-utang lainnya. Mereka tidak sabaran dan mengambil risi-
ko. Saat mereka gagal membayar utang, mereka akan menutup-
nya dengan pinjaman yang lebih besar.”
Aku mengangguk—meski belum mengerti kalimat Opa. Aku
baru tahu saat mengambil kuliah, di kelas-kelas manajemen
290
Isi-Negeri Bedebah.indd 290 7/5/2012 9:51:13 AM