Page 289 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 289
bentur kemudi, suara klakson terdengar nyaring tidak sengaja
terkena dahiku. Opa yang berusaha membantu mengendalikan
mobil mengaduh tertahan, siku kiriku menghantam wajahnya.
Urusan semakin kapiran. Lepas gundukan tanah, mobil menera-
bas barisan bunga bugenvil yang segera porak-poranda. Mobil
tidak terkendali dan terus meluncur ke bibir waduk.
Dan sebelum kami bisa melakukan apa pun, mobil berdebum
loncat ke dalam air, dengan cepat tenggelam. Gelembung udara
menyeruak ke permukaan air.
”Keluar, Tommi! Cepat keluar dari mobil!” Opa menggerutu,
berteriak—dengan masih meringis menahan sakit dan kaget.
Opa berusaha membuka daun pintu, terkunci, macet.
Aku lebih cepat, sudah mendorong pintu mobil sebelah
kanan. Mobil sudah separuh tenggelam di sisiku. Aku segera
berenang ke sebelah Opa, membantunya menjebol pintu.
Setelah sekitar dua menit berkutat, Opa berhasil keluar, aku
menyeretnya ke tepi waduk.
”Dasar anak ceroboh! Kau hampir membuat kita celaka.
Untuk kesekian kalinya.” Opa bersungut-sungut, badannya basah
kuyup, napasnya tersengal.
Aku tertawa, membungkuk, memegangi pahaku yang nyeri
terhantam entahlah tadi.
”Kau jangan pernah meminta Opa mengajari mengemudi lagi.”
”Ini seru, Opa! Hebat!”
”Omong kosong! Kau membuat mobil klasik Opa tenggelam
di waduk!” Opa berseru sebal.
”Namanya juga kodok, Opa.” Aku menyengir.
Opa mengacungkan tinju, marah.
”Kemarin lusa kau menabrakkan speedboat, kemarinnya lagi
287
Isi-Negeri Bedebah.indd 287 7/5/2012 9:51:12 AM