Page 331 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 331
buat mereka tertarik mengintip ke dalam.” Rudi membuka pintu,
santai melangkah turun.
Aku mengumpat, bergegas menurunkan posisi duduk, ber-
usaha tidak terlalu terlihat.
Rudi sudah asyik menyapa teman-temannya. Satu-dua
anggota yang mengenalinya, boleh jadi bekas anak buah, mem-
beri salut dengan anggukan. Rudi membalas dengan anggukan
pelan, bilang entahlah satu-dua kalimat, lantas melangkah cepat
menuju lobi keberangkatan, kedua tangan di saku jaket.
Aku menghela napas, melirik jam di dasbor mobil. Aku tidak
suka situasi seperti ini, ketika tidak ada yang bisa dilakukan
selain menunggu, menunggu, dan menunggu. Sejak kejadian me-
nyakitkan masa lalu itu, aku selalu mengambil keputusan, tin-
dakan, aksi, intervensi apa pun namanya, untuk menentukan
takdirku sendiri. Tidak ada rumus, biarkan mengalir apa adanya,
apalagi tergantung pada takdir orang lain, menyerahkan nasib
pada orang lain.
Tiga menit berlalu. Rudi belum kembali.
Aku menyeka keringat di pelipis, menatap lobi keberangkatan
dari balik jendela gelap. Beberapa mobil polisi lain tiba, merapat
cepat, dua-tiga polisi berlompatan. Panggilan darurat ke seluruh
unit petugas itu sepertinya efektif, semua petugas menjawab.
Lobi keberangkatan semakin ramai. Aku mengeluh, jika situasi-
nya sudah seperti ini, bagaimana Rudi akan meloloskanku dari
mereka?
Dia tidak akan berpikir memberikan seragam pilot padaku,
bukan? Lantas menyuruh belasan pramugari mengawal? Itu ha-
nya ada dalam cerita film lawas. Waktu kami hanya sepuluh
menit, tidak mudah menyiapkan rencana serumit itu. Rudi
329
Isi-Negeri Bedebah.indd 329 7/5/2012 9:51:13 AM