Page 359 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 359
Sungai Kuning. Ribuan ternak hilang, puluhan ribu sawah te-
rendam, rumah-rumah terseret bah, dan ratusan orang hanyut,
tewas. Itu tragedi besar. Dan itulah kesempatan besar bagi Mata
Picak melakukan pemujaan, memberikan sesembahan. Maka saat
orang sedang susah oleh perang saudara, ditambah-tambah
banjir, dia justru memutuskan menggelar pengorbanan. Mata
Picak membutuhkan empat orang usia anak-anak untuk
dilempar ke air bah Sungai Kuning.
”Rusuhlah perkampungan. Pagi-pagi sekali enam centeng, mu-
rid Mata Picak, mendatangi rumah-rumah penduduk, mencari
anak-anak dan remaja yang sesuai. Mereka menari-nari sepanjang
jalan, tidak peduli hujan. Mereka berteriak-teriak, memukul-mu-
kul badan dengan pisau, menunjukkan bahwa mereka kebal,
tertawa-tawa. Dan berjalan paling depan, dengan tubuh kurus
tinggi bagai jerangkong, terus menggeram membaca mantra,
mata putihnya berputar-putar, adalah Mata Picak. Matanya je-
lalatan mencari korban. Penduduk rebah jimpah, mereka masuk
rumah, menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Sayangnya itu
percuma, Mata Picak justru ingin berkunjung.
”’Itu tidak cocok, terlalu lemah. Tidak cocok.’ Mata Picak
menggeleng-geleng. Dia dan centengnya sedang berada di rumah
besar, dengan beberapa keluarga tinggal bersama. Ada enam-
tujuh anak kecil di sana, beserta orang dewasa yang sekarang
meringkuk ketakutan.
”’Ini juga tidak cocok, terlalu gendut.’ Mata Picak mendengus
marah, kecewa.
”’Yang berdiri di belakang, tarik dia ke depan. Aku ingin me-
lihatnya dengan lebih jelas.’
”Dua centeng menarik anak yang dimaksud, menendang orang-
357
Isi-Negeri Bedebah.indd 357 7/5/2012 9:51:14 AM