Page 354 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 354
sering kali ditemukan sedang menggelar sesaji. Malam-malam
gulita, ketika penduduk kampung memilih tidur, dia sedang
asyik menceracau kalimat yang tidak dipahami. Tubuh kurus
tinggi itu menari, berjingkrak-jingkrak, ludah tepercik ke mana-
mana, melolong bersama anjing liar, memukul-mukul badannya
seperti gerakan pohon nyiur ditempa badai. Dan setiap kali pu-
lang dari ritualnya, Mata Picak bertambah-tambah ilmu hitam-
nya.
”Jika dulu penduduk kampung merasa terbantu, sekarang
situasi berubah buruk. Misalnya, ada yang benci melihat sebuah
keluarga, iri dengki melihat kesuksesan orang lain, mereka
datang ke Mata Picak. Dengan harga mahal, entah itu dengan
bayaran setumpuk uang atau korban sesaji, Mata Picak dengan
mudah memutus buhul tali keluarga, tercerai-berai, binasa.
Apalagi kalau sekadar menginginkan jabatan dan kekuasaan,
mudah saja baginya. Atau ada yang sakit hati, ingin membalas
kebenciannya, tinggal datang ke Mata Picak. Dengan mantra
yang membuat merinding seluruh tubuh, malam itu juga yang
dibenci sudah terbaring kaku di atas ranjang. Membuat geger
seluruh kampung. Mulailah Mata Picak dikenal sebagai dukun
teluh, pembunuh dengan ilmu hitam. Semakin hari, semakin
mengerikan reputasinya. Dia bisa membunuh siapa saja, pejabat,
orang biasa, anak-anak, orang tua, pendatang, dengan cara tidak
masuk akal sekalipun.
”Celakanya, kesenangan membunuh itu mengalahkan apa pun.
Tidak lagi karena permintaan orang lain. Pernah berbulan-bulan
dia menghilang, rumahnya sepi dan suram, tidak ada suara
lolongan di malam hari, membuat suasana kampung terasa lebih
tenteram sejenak. Tetapi saat tiba-tiba Mata Picak kembali,
352
Isi-Negeri Bedebah.indd 352 7/5/2012 9:51:14 AM