Page 350 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 350
berkhianat. Kau seharusnya tahu persis cara kerja pasukan itu.
Kau dulu bagian dari mereka, bukan?”
Rudi menatapku sejenak, menyeringai. ”Kau benar. Boleh jadi
mereka sudah menunggu di Bandara Ngurah Rai. Tapi bukan-
kah itu justru menarik?”
Aku balas menatap Rudi, tidak mengerti.
”Yah, aku sudah gatal bertinju kembali, Kawan. Nah, kau
urus satu atau dua dari mereka, aku urus sisanya. Sepakat? Pem-
bagian yang cukup adil, bukan?”
Aku tertawa kecil. ”Kau gila, Rud. Ini bukan kotak lift de-
ngan perimeter sempit dan terbatas. Kita tidak akan punya
kesempatan di dalam kabin pesawat dengan ratusan penumpang.
Belum lagi mereka bisa membabi buta melepas tembakan. Aku
punya rencana lebih baik.”
”Maaf, Bapak-Bapak, pesawat akan segera mendarat, semua
penumpang harus duduk dengan sabuk pengaman terpasang.”
Pramugari dengan wajah sedikit sebal mendekat, menyela per-
cakapan. Wajah cantiknya terlihat serius—dia jelas sudah sering
latihan menghadapi penumpang yang bandel.
”Saya justru harus menemui pilot sekarang.” Aku keluar dari
barisan kursi, mendekatinya.
Pramugari itu mundur satu langkah, menoleh kepada Rudi,
bertanya dengan tatapan bingung dan takut. Bukankah aku
tahanan yang sedang dipindahkan. Kenapa berdiri dengan
tangan bebas? Bukankah prosedur baku semua tahanan transfer
harus diborgol?
Tensi kabin pesawat bagian belakang mulai menanjak. Bebe-
rapa penumpang menoleh. Salah satu pramugari senior yang
melihat keributan kecil melangkah mendekat.
348
Isi-Negeri Bedebah.indd 348 7/5/2012 9:51:14 AM