Page 345 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 345
Aku balas menatap Opa, melupakan sejenak buku di tangan-
ku.
”Sayangnya kau tidak akan berani mendengarnya, Tommy.”
Opa terkekeh, melirikku. ”Bisa-bisa kau meminta tidur di kamar
Opa malam ini.”
Enak saja. Aku menatap Opa kesal. Kalau Opa sengaja me-
mancingku agar penasaran dengan ceritanya, dia berhasil. Tetapi
kalau dia bilang aku akan setakut itu mendengar ceritanya, dia
tidak berhasil. Aku bukan anak kecil yang gampang ditakut-
takuti.
”Kau mau mendengarnya?” Opa menggoda.
”Puh, paling juga hanya cerita itu-itu saja. Lebih seru bukuku.”
Aku pura-pura tidak tertarik, kembali menatap halaman buku
di tangan—sudah kebiasaan Opa menipuku dengan prolog cerita
berbeda, padahal isinya sama saja seperti kaset rusak yang di-
putar berkali-kali, tentang masa mudanya, naik perahu nelayan
bocor, pergi meninggalkan Cina daratan, terdampar di tanah
Jawa, dan seterusnya, dan seterusnya.
Opa menyengir, menggeleng takzim. ”Ini tidak sama, Tommy.
Opa bahkan belum pernah menceritakannya kepada siapa pun,
termasuk pada papa dan ommu. Nah, kau mau mendengarnya
atau tidak, Tommy? Hitung-hitung sebagai pengganti jadwal
belajar boat yang batal.”
Aku sudah melempar buku di tanganku. Tentu saja aku mau.
Di usiaku yang masih remaja, segala cerita masa muda Opa ter-
dengar sungguhan dan hebat—meski entahlah, dia mengarang
atau betulan.
***
343
Isi-Negeri Bedebah.indd 343 7/5/2012 9:51:14 AM