Page 343 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 343
”Maju! Cepat! Cepat!” Komandan sudah balik kanan, berlari
kecil menuju pintu kedatangan.
Separuh anggota pasukan khusus itu melesat menyusul. Gigi
mereka bergemeletukan. Langkah sepatu menginjak lantai
ruangan terdengar bergema. Atmosfer tempur membuat ruangan
dingin terasa pengap. Ini situasi awas. Sudah lama sekali mereka
tidak beraksi seserius ini sejak bom Bali terakhir. Padahal baru
setengah jam lalu kawat perintah itu datang dari markas besar,
perintah menangkap salah satu buruan penting yang melarikan
diri ke Denpasar. Tangkap, hidup atau mati.
***
”Apa yang sedang kaukerjakan, Tommy?”
”Membaca.”
”Membaca? Membaca apa?”
”Buku cerita,” aku menjawab pendek, tanpa mengangkat wajah
dari halaman buku.
Opa tertawa pelan, beranjak duduk di pinggir ranjang, di
sebelahku. Gerimis membungkus waduk, terlihat dari jendela
yang berembun. Udara terasa sejuk, menyenangkan. Ini jadwal
kunjunganku yang kesekian ke rumah peristirahatan Opa. Se-
harusnya aku belajar mengemudi boat, sesuai janji Opa, tapi
karena hujan turun, sengotot apa pun aku memaksa, Opa tetap
membatalkan jadwal—apalagi Tante Liem juga ikut berkunjung.
Dia tadi yang paling kencang berteriak melarangku. Kalau sudah
menyangkut urusanku, Tante selalu saja paling pencemas.
”Kau berbeda dengan papamu atau Om Liem waktu remaja
seumuranmu, Tommy.” Opa menyengir.
341
Isi-Negeri Bedebah.indd 341 7/5/2012 9:51:14 AM