Page 46 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 46
komputer dan dokumen dari ruangan yang biasa digunakan Om
Liem bekerja di rumah. Para petugas mengenakan seragam
pelindung, seolah ada bom di dalam kardus-kardus dokumen
serta bukti lain yang mereka gotong keluar.
Aku menghela napas pendek. Ada yang lebih mendesak.
Tante Liem.
Pintu kamar langsung ditutup saat aku masuk.
Pemandangan yang suram.
Tetapi kabar Tante tidak seburuk yang kubayangkan. Tante
terbaring di ranjang besar, dokter berdiri di sebelahnya, dibantu
dua perawat, berusaha memasangkan infus dan slang lainnya.
”Akhirnya kau datang juga.” Suara serak Om Liem lebih dulu
menyapa sebelum aku menyapa Tante.
Aku mengangguk—membiarkan dia memelukku.
”Duduk di dekatku, Tommi.” Itu suara Tante, memanggilku.
”Kapan Tante siuman?” Aku menelan ludah, menatap wajah
yang dulu terlihat segar dan menyenangkan berubah jadi pucat
dan cekung hanya dalam waktu sebulan sejak kasus Bank
Semesta menggelinding.
”Lima belas menit lalu,” dokter yang menjawab.
Aku mengangguk, meraih tangan Tante Liem.
”Semua sudah berakhir, Tommi.” Tante menatapku lamat-
lamat. ”Situasi tidak akan mungkin lebih buruk lagi, bukan? Jadi
aku tidak akan pingsan lagi, Nak. Itu kabar baiknya.”
Aku menatap getir wajah Tante, matanya berkaca-kaca.
”Mereka hanya memberikan waktu sebentar,” Om Liem men-
jelaskan perlahan, berdiri di sebelahku. ”Jika tantemu sudah
membaik, sudah siuman, mereka akan membawa orang tua ini
pergi ke penjara. Itu berarti hanya tinggal beberapa menit lagi.”
44
Isi-Negeri Bedebah.indd 44 7/5/2012 9:51:07 AM