Page 47 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 47
”Apakah tidak ada lagi orang yang bisa membantu?” Aku
menoleh. Meski aku selama ini membencinya, melihat wajah
kuyu Om Liem di hadapanku itu, sambil menyentuh tangan
Tante yang dingin, aku banyak berubah pikiran.
Om Liem menggeleng, tertawa suram.
”Bukankah kau teman dekat pejabat partai yang berkuasa?
Menteri-menteri? Atau bahkan presiden? Atau kolega bisnis?
Bukankah mereka bisa bantu menyelamatkan Bank Semesta?”
Aku menyebut daftar kemungkinan.
”Kau tidak mendengarkan tantemu. Semua sudah berakhir,
Tommi. Tidak ada yang mau dekat-dekat dengan situasi buruk
seperti ini. Alih-alih, kau yang dituduh bersekongkol. Perintah
penangkapan sudah efektif. Polisi yang berjaga di ruang depan
membawa surat perintah.”
Ruangan lengang, semua kepala tertunduk.
Aku menelan ludah. ”Bagaimana dengan Shinpei, rekan bisnis-
mu selama puluhan tahun? Bukankah dia akan senang hati
membantu?”
Om Liem menggeleng. ”Grup mereka juga dalam kesulitan.
Aku sudah menelepon Shinpei, memberitahukan situasi buruk
ini, dia hanya bisa ikut prihatin, tidak bisa membantu.”
Aku mengembuskan napas. Menatap wajah empat perawat
yang menunggu perintah. Dokter yang berdiri takzim, prihatin,
dan beberapa petinggi perusahaan Om Liem yang balas menatap
kalut, tidak bersuara, tidak punya ide harus bagaimana.
”Aku tahu kau tidak akan pernah mau mendengarkan orang
tua ini, Tommi. Tetapi kali ini, tolong urus tantemu dan adik-
adik sepupumu selama aku di penjara. Pastikan mereka baik-
baik saja.” Suara serak Om Liem memecah lengang.
45
Isi-Negeri Bedebah.indd 45 7/5/2012 9:51:07 AM