Page 48 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 48
Astaga! Aku menelan ludah.
”Sayangnya kami tidak punya anak laki-laki. Kaulah satu-
satunya anak laki-laki di keluarga besar kita. Apa pun yang
tersisa dari bisnis ini, kaulah yang paling pantas melanjutkan.
Senin, otoritas bank sentral akan menutup operasi seluruh
cabang Bank Semesta. Senin pula, aku akan menandatangani
surat pernyataan akan mengganti seluruh uang nasabah, tidak
sepeser pun uang mereka akan dimakan orang tua ini. Bahkan
jika itu termasuk melego bisnis properti, otomotif, seluruh
perusahaan kita.” Om Liem menyentuh tanganku.
Ruangan semakin senyap.
”Kau pernah masuk penjara, Ram?” tanya Om Liem tertawa
getir, menoleh pada orang yang menjemputku di hotel, orang
kepercayaannya di induk perusahaan. ”Aku pernah, Ram. Saat
usiaku dua puluhan. Aku masuk penjara selama enam bulan.
Bukan masuk penjaranya yang membuatku berkecil hati, melain-
kan saat aku di penjara, papa dan mamanya Thomas meninggal.
Sejak hari itu, Thomas membenciku.”
”Hentikan!” Aku menyergah kasar, mataku panas.
Semua kepala di ruangan terangkat, Tante menatapku.
”Hentikan omong kosong ini.” Aku tersengal, berusaha me-
ngendalikan napas. ”Tidak akan ada yang masuk penjara malam
ini.”
”Ini bukan omong kosong, Tom. Tidak ada lagi jalan keluar.”
Om Liem menatapku datar.
”Kau diam! Biarkan aku berpikir sebentar.” Aku meremas
rambutku, berusaha mencerna banyak hal yang terjadi sejak
konferensi di London, klub bertarung, dan rumah besar Om
Liem.
46
Isi-Negeri Bedebah.indd 46 7/5/2012 9:51:07 AM