Page 85 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 85

”
                    ALO, Thomas.” Salah satu wartawan senior halaman eko-
               nomi surat kabar harian dengan oplah paling tinggi di Indonesia
               berdiri, menyambutku, diikuti beberapa wartawan lain.
                  ”Maaf, terlambat dari jadwal.” Aku menyapa peserta pertemu-
               an di ruang privat salah satu restoran elite kota Jakarta, menarik
               kursi  kosong,  bergabung.  Sabtu,  pukul  09.05.  Sisa  waktuku
               tinggal 46 jam 45 menit hingga hari Senin pukul 08.00.
                  ”Hanya terlambat lima menit, Thom.” Wartawan itu tertawa.
               ”Asalkan yang dijanjikan stafmu lewat telepon benar—ada rilis
               berita besar—menunggu lima jam pun kami tidak keberatan.”
                  Aku balas tertawa, terkendali.
                  ”Astaga,  Thom,  kau  kusut  sekali.  Jangan-jangan  kau  tidak
               mandi  sejak  pulang  dari  London  kemarin  sore.”  Wartawan
               televisi nasional gantian menepuk pundakku.
                  ”Boleh jadi. Dia jelas masih memakai kemeja yang sama saat

               di pesawat.”
                  Hei,  aku  mengenali  suara  itu.  Julia,  lihatlah,  gadis  dengan

                                           83




       Isi-Negeri Bedebah.indd   83                                  7/5/2012   9:51:08 AM
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90