Page 81 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 81
Lantas apa yang dilakukan Opa kalau semua urusan bisnis
dipegang Papa dan Om Liem? Opa berusaha memenuhi takdir
bakat besarnya: berlatih musik.
Pertama-tama adalah piano. Tiga bulan berlalu, ”Ini bukan
alat musik yang cocok untukku.” Dia menyuruh pelayan mem-
bawa piano itu ke atas truk, dijual.
Gitar. Baru satu minggu, ”Ini terlalu rumit.” Dia menjual gitar
itu ke pemulung, yang bersorak riang karena membelinya dengan
harga murah sekali.
Biola. ”Meski aku terlihat eksotis dengan alat musik ini,
belajar memainkan benda ini tidak esksotis.” Dia becermin
dengan biola di bahu, menyengir, kepala semibotak Opa terlihat
lucu.
Juga harpa, seruling, drum, dan alat-alat musik lainnya. Sam-
pai pemilik toko alat musik di kota kami menggeleng, tidak ada
lagi alat musik yang belum pernah dicoba Opa.
”Kau jangan mengejek Opa, Tommi. Suatu saat Opa pasti
menemukan alat musik yang tepat. Bakat musik Opa akan ber-
sinar terang bahkan sebelum Opa mulai memainkannya.”
Yang bersinar terang itu bisnis Papa Edward dan Om Liem.
Setahun terakhir, Om Liem bahkan memulai sesuatu yang baru.
Aku menguping saat Papa dan Om Liem bertengkar.
”Kita belum siap, Liem. Orang-orang sekitar juga belum siap.
Caramu mengumpulkan modal ini terlalu berisiko.” Suara Papa
terdengar kencang.
”Justru itu poinnya. Ketika orang-orang lain sibuk memikir-
kan bisa atau tidak, terbiasa atau tidak, kita sudah berlari
kencang. Aku tidak akan menghabiskan hidup hanya berdagang
tepung terigu. Kita tidak akan jadi pengusaha besar disegani
79
Isi-Negeri Bedebah.indd 79 7/5/2012 9:51:08 AM