Page 80 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 80
jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Maju
pesatlah toko di pojok jalanan itu.
Penduduk kota mulai membicarakan nasib baik Papa Edward
dan Om Liem. Dalam pesta-pesta keluarga, meja-meja makan
dipenuhi tawa sanjung dan kesenangan. ”Astaga, bagaimana
mungkin kalian tidak akan sukses?” Tuan Shinpei, pedagang
besar dari Jakarta, importir tepung terigu rekanan Papa dan Om
Liem, tertawa lebar. ”Pagi-pagi tadi kau menandatangani kontrak
penjualan denganku. Bilang pagi itu juga akan berangkat ke
Singapura mengurus pengapalan. Malam ini, kita sudah bertemu
lagi, makan-makan besar. Bagaimana mungkin kau begitu cepat
bolak-balik mengurus banyak hal?”
Meja makan dipenuhi tawa.
”Ini anakku, Shinpei.” Papa Edward mengenalkanku dengan
bangga.
Aku yang sedang membawa nampan berisi cangkir men-
dekat.
”Astaga? Sekecil ini sudah pandai sekali bekerja?” Tuan
Shinpei menepuk jidat, tertawa.
”Kalau kau tahu berapa gaji yang dimintanya dengan menjadi
pelayan semalam, kau akan mengerti kenapa dia sangat pandai
bekerja.” Papa Edward ikut tertawa.
”Memangnya apa?”
”Sepeda. Dia minta sepeda.”
Pedagang dari Jakarta itu terbahak, mengacak rambutku.
”Sayang, kau lupa mengancingkan pakaianmu.” Mama yang
duduk di sebelah Papa berbisik, lembut memperbaiki seragam
pelayanku. Aku patah-patah menuangkan teko, bersungut-sungut
melihat Papa yang masih tertawa.
78
Isi-Negeri Bedebah.indd 78 7/5/2012 9:51:08 AM