Page 113 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 113

Berkali-kali  Jo  memikirkan  soal  itu,  dari  dulu,  kenapa?  Kenapa  ada  manusia  yang

               dilahirkan  cantik,  kenapa  ada  yang  tidak?  Di  mana  sisi  adilnya?  Hingga  malam  ini,
               setelah tadi siang di hina oleh customer biro perjalanan, bertemu dengan Vin, dan Vin

               menceritakan anekdot soal gadis gendut yang menumpang angkot, hal tersebut terus

               berputar-putar di kepala Jo. Kenapa Tuhan tidak adil?


               Baiklah. Baiklah, dia akan meminta keadilan soal ini langsung kepada Tuhan. Dia akan

               mempertanyakan langsung semua ini pada Tuhan. Maka malam itu, dari bingkai jendela
               salah-satu rumah dua lantai yang masih menyala di pinggiran kota kami, lewat tengah

               malam,  saat  banyak  orang  sudah  jatuh  tertidur,  lelap  bermimpi,  Jo  dengan  menangis

               terisak mengadu pada Tuhan.


               “Wahai Tuhan, jika Engkau sungguh adil, maka kenapa tidak kau jadikan saja kecantikan

               sebuah harga? Kenapa tidak seperti naik angkutan umum, siapapun harus membayar
               dengan  bekerja  keras  jika  hendak  memperolehnya?  Jadikanlah  demikian,  maka  aku

               akan berhenti bilang Engkau tidak adil. Sungguh jadikanlah demikian.”


               Doa  itu, bagai  melempar enam dadu, dengan enam sisi-sisinya sempurna bertuliskan

               kata amin.


                                                           ***

               Jo bangun kesiangan.


               Cahaya  matahari  pagi  lembut  menerabas  kerai  jendela,  menimpa  wajahnya.  Jo

               menghela nafas, setidaknya, setelah semalaman berkeluh kesah, lantas jatuh tertidur,
               perasaan hatinya lebih baik. Dia melangkah malas, menyalakan MP3 player, memasang

               lagu favoritnya. Hari ini dia akan datang telat saja ke kantor, setelah kejadian kemarin,
               semua  karyawan  pasti  paham  kalau  dia  berhak  sedikit  diberi  keleluasaan.  Jo

               bersenandung, menggeliat, menatap cermin.


               Hei? Jo menelan ludah.
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118