Page 116 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 116

Pagi itu Jo berangkat bergegas ke kantor. Semangat sekali. Tersenyum lebar di atas bus

               umum,  menyapa  kondektur  dan  sopir  dengan  bahagia,  sementara  cling,  mesin
               pembayaran  bus  telah  bekerja,  mengurangi  sedikit  kecantikan  Jo  secara  otomatis.

               Lihatlah, di dalam bus semua orang terlihat sama, sama jeleknya. Melintasi lobi gedung,

               tertawa senang, menyapa cleaning service yang selama ini sering menggodanya, kapan
               Jo mendapat pasangan. Bahkan dia tetap tersenyum—meski masih tersengal—saat satu

               lift  dengan  Erik  Tarore.  Pemuda  itu  balas  tersenyum  padanya—untuk  pertama  kali

               dalam sejarah.


               Jo semaput menerima senyuman itu.


               Bagaimana Erik tidak berusaha ramah, sejak tadi pagi, dia dan milyaran cowok di dunia

               sedang bingung, kenapa semua wanita tiba-tiba terlihat berbeda? Kenapa eh, jadi jelek

               semua? Aduh urusan ini aneh sekali. Jadi jika Erik yang playboy selama ini hanya ramah
               dengan gadis yang cantik dan seksi-seksi saja, pagi ini dia yang bingung, terpaksa patah-

               patah ramah ke semua gadis satu gedung.


               Mekanisme itu ternyata tidak berlaku bagi dunia laki-laki, mekanisme itu hanya berlaku

               bagi wanita. Bagi laki-laki mereka tetap menggunakan uang normal sebagai alat bayar,
               tidak ada yang berubah. Mereka juga tetap dengan tampilan wajah dan fisik selama ini.



               “Vin, ini hebat sekali bukan?” Jo tertawa.


               Mereka sedang makan siang di dekat kantor Jo. Meski Vin masih sibuk menyelesaikan

               laporan  bulanan  yang  tertunda  tadi  malam,  dia  tidak  kuasa  menolak  ajakan  Jo  yang
               sengaja menyeretnya makan siang bersama.


               “Bayangkan, Vin, Erik.”



               “Erik siapa?”


               “Erik Tarore, pria paling tampan di gedung kantorku tersenyum padaku.” Jo memegang

               kepalanya tidak percaya.
   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121