Page 80 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 80

”Verdomme,  Itje,”  Nyonya  melotot,  ”Djangan  banjak  tjakap,  tjepat  kamoe  lap  bersih-

               bersih. Nanti malam, Meneer Van Houten poelang, semoea haroes terlihat bersih dan
               rapi.”



               ”Meneer  poelang,  Nya?  Soenggoeh?”  Wajah  bulat  Itje  langsung  sumringah,  hendak
               berseroe  senang  demikian,  tapi  dia  beoroe-boeroe  menoetoep  moeloetnya  sebeloem

               kalimat itoe keloear, bergegas mengelap medja.


               ”Saya haroes ke roemah Mevrouw Elizabeth siang ini. Kamoe pastikan semoe soedah

               beres sebelum poekoel empat sore, paham?”


               ”Paham, Nya.”



               ”Dan  kamoe  urang  poenya  teman  baboe  di  dapoer,  pastikan  masakan  kesoekaan
               Meneer siap sebelum peokoel enam nanti malam, paham?”



               ”Nggih, Nya.”


               ”Bambang!!”  Nyonya  soedah  meneriaki  baboe  lain,  toekang  kendali  kereta  koeda,
               Nyonya  melangkah  anggoen  ke  loear  roemah,  meninggalkan  Itje  yang  menganggoek-

               anggoek seperti orang-orangan sawah.


               ”Bambang!”  Suara  nyonya  terdengar  melengking,  ”Dasar  inlander  pemalas,  kemana

               poela katjung satoe itu. Soedah dari tadi pagi disoeroeh bersiap, djangan-djangan malah

               tidoeran di kadang koeda.”


               Itje soedah tidak terlalu mendengarkan omelan nyonya. Dia soedah asyik ber-hem-hem
               bersenandoeng lagoe, sambil mengelap medja makan agar terlihat kinjtlong. Ini kabar

               hebat punja, goemam Itje dalam hati, riang. Kalau Meneer poelang malam ini, berarti

               Kang Djalil joega  ikoet poelang. Kang Djalil oh Kang Djalil. Itoe Kang Djalil siapa  lagi
               kalau boekan tjenteng nomor satoe Meneer Van Houten. Kemana Meneer pergi, tidak

               akan pernah tanpa Kang Djalil.
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85