Page 84 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 84

Djalil  djaoeh  dari  berwadjah  tampan,  di  wadjahnya  joesteroe  ada  doea  goerat  bekas
               loeka besar, wadjahnya kalau tak patoet disebut seram, terlihat amat kasar. Badannya

               kekar,  tangannya  koeat,  soearanya  serak  tegas,  terdiam  soedah  seisi  dapur  itoe,

               menoleh ke arah Djalil.


               “Kalian  senang  mentertawakan  bangsa  sendiri,  hah?”  Djalil  berdiri,  mukanya  masam,

               “Dia dimarah-marahi bangsa lain, direndahkah hanja karena salah membawa mangkok
               soep, dianggap baboe bodoh, tidak poeas, sekarang giliran kalian mentertawakannja?”

               Baboe-baboe dan tjenteng menelan loedah.


               “Dasar bangsa tidak tahoe maloe. Boekannya membela bangsa sendiri, malah dihina.”

               Djalil melangkah mendekati Itje.


               Tjenteng  nomor  satoe  itoe  meraih  poendak  Itje  ketjil,  menepoek-nepoek,  lantas

               berbisik, “Djangan  dipikirkan, Itje. Kamoe  lebih berharga  dibanding  semoea baboe  di

               sini,  bahkan  sebenarnja,  bagikoe,  kamoe  lebih  berharga  dibanding  nyonya-nyonya
               koempeni yang kamoe lajani tadi.”


               Itoelah cinta, pembaca jang boediman, malam itu, Itje ketjil bisa melihat hati Djalil yang

               sesoenggoehnya. Hati jang lemboet dan tampan. Dia menghapoes bisik-bisik di dapoer

               atau kamar baboe jang bilang, pemuda seram ini adalah tjenteng paling menakoetkan
               seloeroeh Batavia.



               Itje  ketjil  menyeka  air mata di  pipi, menganggoek, menatap Djalil yang melangkah di
               bingkai pintoe dapoer, meneriaki anak boeahnya agar bergegas pergi.


               Sedjak saat itu Itje dan Djalil dekat satoe sama lain. Tiga tahoen berlaloe, repoetasi Kang

               Djalil sebagai itoe tjenteng paling hebat di Batavia semakin tinggi, kemanapoen Meneer

               pergi,  entah  itoe  mengoeroes  keboen  teh,  menemoei  pedjabat  VOC,  ataoe  hingga
               mengawal  Meneer  naik  kapal  pergi  ke  Malaka,   Kang  Djalil  ikoet  serta.  Sementara  di

               roemah, itoe Itje ketjil perlahan tapi pasti toembeoh mendjadi gadis molek—meskipoen

               tetap seorang baboe.
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89