Page 89 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 89

Adoeh, pembatja jang boediman, soedah sedjak tadi siang, Itje tak sabar ingin bertemoe.

               Tentoe boekan karena menoenggoe ole-ole Kang Djalil, tapi karena rindoe soedah tidak
               tertahan.



               Eh? Itje menelan ludah. Sedjenak menatap wadjah lelaki gagah itoe, kenapa Kang Djalil
               tidak tersenjum seperti biasanja?



               “Kita tidak bisa bertemoe di sini, Itje.” Kang Djalil berbisik, menunjuk tiga baboe lain
               jang sedang siboek mengerdjakan sesoeatoe di dapoer.



               “Kita bertemoe di halaman belakang sadja.” Kang Djalil sudah melangkah ke arah pintoe
               dapoer.



               Itje menelan ludah. Sedikit bingoeng, tapi bergegas menyoesoel langkah Kang Djalil.


                                                           ***


               Apakah Kang Djalil hendak membitjarakan masa depan hoeboengan mereka? Apakah

               Kang  Djalil  hendak  datang  ke  roemah  boeroeh  perkoeboenan  teh,  menemoei  Bapak?
               Melamar Itje?



               “Itoe  rentjana  semakin  matang,  Itje.”  Kang  Djalil  berkata  perlahan,  memboeka
               pertjakapan  setelah  mereka  berdua  di  balik  pohon  beringin  besar  halaman  belakang

               roemah Meneer. Tidak ada siapa-siapa di sana, ketjoeali njamoek dan koenang-koenang.

               Itje  menghela  nafas.  Tentoe  sadja,  Kang  Djalil  tidak  sedang  membitjarakan  oeroesan
               perasaan mereka sekarang.


               “Semoea orang jang terlibat soedah siap sedia. Kapanpoen djamoean makan malam itu

               berlangsoeng, semoea pihak soedah siap. Apakah kamoe soedah siap, Itje?” Kang Djalil

               menatap tambatan hatinja, wadjah dengan doea paroet loeka itu terlihat serioes.
               Hening sedjenak di bawah pohon beringin.
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94