Page 87 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 87

“Eh, iya, kata Meneer Pan Houten,” Sayangnya tetap saja Itje tidak bisa menyeboet huruf

               V dengan betjus, “Coekoep wedang hangat, Nya.”


               “Ganti, Itje. Ganti weedangnja dengan tjokelat.” Nyonya Rose melotot.


               “Tapi, tapi Meneer bilang wedang, Nja.”



               “Bawa masoek weedangnja, Itje.”


               “Wedang,  Nja,  boekan  weedang.  Seperti  menyebut  enak,  Nja,  bukan  eenak.”  Itje

               menyeringai, “Nyonya soesah sekali bilang bilang huruf e, ya?”


               “Verdommee,  Itje,  dasar  baboe  tidak  tahoe  sopan  santoen.  Kamoe  berani-beraninja

               menghina  moeloet  orang  Eropah,  hah?”  Nyonya  Rose  memoekoel  medja,  dia  hampir
               sadja melempar piring kalau tidak itoe Meneer Van Houten masoek ruang makan.



               “Geduld,  my  darling,”  Suara  empoek  Meneer  Van  Houten  menahan  gerakan  tangan
               Nyonya Rose, tersenyoem, “Djangan terlaloe kasar dengan Itje, Rose.”


               Nyonya Rose melotot pada soeaminja.



               “Lagipoela  dia  betoel.  Akoe  jang  tadi  memintanja  mengganti  tjokelat  panas  dengan
               wedang panas.” Meneer menarik koersi, doedoek di seberang Nyonya, menoleh ke arah

               baboenja, “Nah, Itje, semoea menoe makan malam soedah tersadji dengan sempoerna,

               silahkan kembali ke dapoer.”


               Itje, tidak perlu disoeroeh doea kali, soedah ngacir kembali ke dapoer. Selamat, selamat,
               Itje mengeloes-eloes dada. Meroetoek kenapa tadi dia keletapasan memperbaiki kalimat

               wedang Nyonya.


               Kabar bagoesnja, kemarahan Nyonya dengan tjepat padam saat soeminja berjterita hasil

               perdjalanannya menemoei pedjabat tinggi VOC doea hari terakhir.
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92