Page 165 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 165

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                sudah  diselenggarakan  adalah  Kweekscholen  atau  Sekolah  Latihan  bagi
                                                                              4
                Guru  Pribumi  yang  dibuka  pertama  kali  pada  tahun  1852.   Dari
                kenyataan ini, tentu dapat dipahami bahwa kemampuan membaca dan
                menulis  pada  penduduk  pribumi  serta  penguasaan  Bahasa  Melayu
                mereka masih sangat rendah dan terbatas. Dengan pengertian lain, tentu
                tidak mungkin dibayangkan bahwa media massa cetak yang mula-mula
                terbit  ini,  pada  dekade  1850-an  tersebut,  sudah  menampilkan  suatu
                bentuk komunikasi yang formal, teratur, maupun penuh dengan hal-hal
                yang bersifat nasionalistis. Namun demikian, bagaimanapun kondisinya,
                jelas  kiranya  bahwa  situasi  intelektualistis  sudah  mulai  terbangun,
                terlebih lagi pada awal abad ke-20 ketika Politik Etis mulai diterapkan,
                atau  bahkan  semenjak  sistem  sekolah  dasar  yang  diperuntukkan  bagi
                penduduk  asli  atau  pribumi  mengalami  perbaikan  pada  tahun  1892-
                     5
                1893.
                        Melalui  pendidikan  atau  mulai  makin  banyaknya  orang
                Indonesia di masa Hindia Belanda yang mampu membaca dan menulis
                inilah gagasan atau ide-ide yang berkenaan dengan pencarian  identitas
                maupun  kehendak  untuk  maju  mulai  mewujud  lewat  tulisan-tulisan  di
                sejumlah  media.  Melalui  majalah  Insulinde  yang  terbit  di  Padang  pada
                awal  abad  ke-20  misalnya,  seperti  pernah  disebutkan  oleh  Taufik
                Abdullah,   seruan  untuk  memasuki  kemajuan  telah  nyaring
                          6
                dikumandangkan  meskipun  menurut  Dr.  M.  Amir  hal  tersebut  hanya
                merupakan  suatu  sikap  mem-beo  saja,  atau  hanya  meniru  kemajuan
                           7
                negeri lain.  Dalam catatan Ahmat Adam, Insulinde yang dieditori oleh
                seseorang  yang  berasal  dari  suku  Batak  yang  sudah  terjun  ke  dalam
                dunia penerbitan sejak tahun 1895, yaitu Dja Endar Moeda, mempunyai
                tujuan untuk “memajukan minat akan pendidikan di kalangan para guru
                                                  8
                dan  bangsawan  pada  umumnya”.   Namun,  masih  menurut  Ahmat
                Adam, orientasi dan isi Insulinde sesungguhnya serupa dengan apa yang
                telah  dicanangkan  oleh  sebuah  jurnal  pendidikan  yang  terbit  di
                Probolinggo  pada  tahun  1895  yang  bernama  Matahari  Terbit.   Terlepas
                                                                           9
                dari  manakah  media  yang  mula-mula  mencanangkan  ihwal  kemajuan
                bagi penduduk pribumi, dalam konteks ini jelas kiranya bahwa di masa
                itu  telah  tumbuh  adanya  suatu  kesadaran  akan  pentingnya  kemajuan,
                melalui pendidikan khususnya, bagi lahirnya suatu identitas kebangsaan
                atau kenasionalan.
                        Bagaimanapun,  secara  khusus  Insulinde  tercatat  memang  lebih
                jelas arahnya. Seperti disebutkan oleh Ahmat Adam, pada awal abad ke-
                20  itu  memang  telah  terjadi  kekosongan  berkenaan  dengan  bahan




                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   157
   160   161   162   163   164   165   166   167   168   169   170