Page 166 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 166
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
bacaan bagi para priayi sehingga Insulinde—pada nomor perdananya—
secara sadar menyatakan diri sebagai panduan bagi semua priayi dan
kalangan terhormat yang hendak mengejar pengetahuan. Tulisan-
10
tulisan dalam Insulinde pada umumnya mengandung aspek atau nilai
pendidikan yang teoretis maupun khususnya yang praktis. Dan “di atas
segalanya, editor dan para koresponden jurnal ini menekankan
pentingnya orang Indonesia mengejar kemajuan; di sinilah peran para
guru dan bangsawan yang, sebagai pemimpin, harus bergiat untuk
11
kemajuan bangsa mereka”.
Fakta bahwa hadirnya suatu kesadaran akan kemajuan ini
difasilitasi oleh dunia pers atau penerbitan, sekaligus menggambarkan
atau menunjukkan bahwa kemodernan sesungguhnya sudah menjadi
bagian tidak terpisahkan dari proses perjalanan bangsa Indonesia dalam
menemukan jati diri. Berdasarkan pemahaman ini menjadi jelas bahwa
suatu kesadaran kebangsaan atau kenasionalitasan bukan merupakan
augerah yang jatuh begitu saja dari langit atau hadiah dari penjajah
melainkan telah melalui proses atau perjalanan panjang dan bersangkut-
paut dengan berbagai dimensi dalam kehidupan yang intinya bertumpu
pada dimensi atau aspek “pendidikan”. Dalam kaitan ini, tidak
mengherankan pula jadinya ketika pihak Belanda dengan Politik Etis-
nya menekankan pentingnya pendidikan (educatie) sebagai prinsip
pertamanya. Bahwa “pendidikan” dalam kaitannya dengan Politik Etis
ini lebih ditujukan untuk ketersediaan para pegawai pemerintah dalam
rangka membantu kelancaran sistem administrasi Pemerintah Hindia
Belanda, tentu saja merupakan hal yang lain lagi.
Gambaran mengenai mulai tumbuhnya suatu kesadaran akan
identitas diri maupun arah kehidupan bangsa Indonesia, baik secara
parsial maupun menyeluruh, setidak-tidaknya dapat ditelusuri melalui
sikap, gagasan, pendapat, pandangan, dan semacamnya, yang telah
diterbitkan atau terekam dalam dunia penerbitan. Dalam kaitan
mengenai penerbitan yang dipublikasikan secara mekanis dan massal
ini—dalam pengertian tidak ditulis secara manual dan satu per satu;
yang artinya pula sudah memasuki wilayah laku “modern”—fakta
menunjukkan bahwa penerbitan pers yang berupa surat kabar dan
majalah, adalah yang mula-mula muncul sebelum kemudian lahir
penerbitan-penerbitan buku atau karya sastra pada umumnya.
Sebagaimana penerbitan surat kabar dan majalah, yang tidak selamanya
bertujuan untuk memberikan kesadaran bagi suatu kemajuan atau
orientasi tertentu kepada pembacanya seperti telah ditunjukkan oleh
158 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya