Page 22 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 22
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
yang mendekati idaman bangsa. Jadi semestinyalah pula pelajaran
sejarah merupakan bagian dari usaha melaksanakan salah satu pesan
dari Pembukaan UUD—“mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Kenyataan empiris, pemahaman sejarah dan panggilan kesejarahan
Ketika para mahasiswa yang datang dari “tanah Hindia
(Belanda)”, mengganti nama organisasi mereka, Indische Vereeniging,
menjadi nama yang telah memperlihatkan kecenderungan ideologis,
Indonesische Vereeniging, sebuah pertanda yang semakin jelas atas rasa
keterlibatan dalam pergerakan kebangsaan telah menaik. Pertanda ini
menjadi lebih jelas juga ketika nama yang masih memakai bahasa
Belanda diganti dengan nama yang memakai bahasa Indonesia.
Organisasi mahasiswa di negeri asing itu—di negeri Belanda—diubah
menjadi Perhimpunan Indonesia (1925). Kecenderungan ideologis pun
dengan jelas diperlihatkan ketika dalam waktu yang bersamaan nama
majalah organisasi diganti dari Hindia Poetra ( 1923) menjadi Indonesia
Merdeka (1924) dan sebuah semboyan diperkenalkan -- Indonesie Vrij Nu
. Semakin jelaslah bahwa mereka—para mahasiswa yang belajar di
“negeri pertuanan” (in het land van de overheerser) itu --secara terang-
terangan telah melibatkan diri dalam pergerakan politik kebangsaan.
Mereka – setidaknya sebagian dari mereka yang mempunyai perhatian
pada dunia jurnalistik-- secara teratur mengirim tulisan-tulisan yang
memancarkan semangat nasionalisme ke surat-surat kabar yang terbit di
tanah air, negeri yang secara resmi masih disebut Nederlandsch Indie.
Mereka malah semakin memancarkan sinar kepemimpinan dalam
pemikiran kebangsaan. Apalagi mereka—terutama pimpinan
organisasi— juga melibatkan diri dalam kegiatan anti-kolonialisme yang
bersifat internasional. Dengan kegiatan yang semakin meningkat dan
kecenderungan ideologis yang semakin radikal ini mestikah diherankan
kalau para mantan pejabat kolonial yang kini telah aktif kembali di
kampung halaman mereka, di negeri Belanda, menjadi semakin resah
saja. Akhirnya pimpinan Perhimpunan Indonesia (P.I.), Mohammad
Hatta, sang ketua, dan tiga orang kawannya (1927) ditangkap. Mereka
dituduh mengadakan persekongkolan untuk mempersiapkan
pembangkangan.
Begitulah, enam bulan setelah ditangkap Hatta dan kawan-
kawannya dihadapkan ke muka pengadilan Den Haag (Maret 1928).
Seketika Hatta, mahasiswa ekonomi dari Rotterdam ini, membacakan
pidato pembelaannya dengan judul yang sangat sederhana tetapi
teramat menantang, Indonesia Vrij, sebuah klassik dalam sejarah
14 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya