Page 25 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 25
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
mengungkapkan tiga fase dalam rekonstruksi kesejarahannya. Pertama,
seperti telah disinggung sepintas lalu, ia menyampaikan observasi yang
berpihak atas realitas sosial-politik. Ia berkisah tentang betapa anak-anak
muda yang masih menginjak sekolah menengah telah tertarik pada
aktivitas yang bernuansa politik. Kedua, iapun memberi jawaban
spekulatif tentang mengapa kenyataan ini bisa terjadi. Dan akhirnya,
ketiga, akibat dari akivitas politik ini maka terumuskanlah apa yang
boleh dianggap sebagai “panggilan sejarah”. Berdasarkan alur pemikiran
ini dapatlah dikatakan bahwa lahirnya pergerakan nasionalisme
Indonesia adalah akibat dari pemahaman tentang pergumulan dan
pengalaman kesejarahan yang telah dan masih terjadi.
Begitulah halaman-halaman pertama dari pidato pembelaan
Bung Hatta yang disampaikan di pengadilan Den Haag ini
memperlihatkan dengan ringkas tahap-tahap ke arah terumuskannya
sikap dan pemikiran politik. Dari contoh singkat ini tampaklah bahwa
lain dari pada filsafat, suatu disiplin keilmuan yang ingin mencari dan
menemukan “kebenaran yang hakiki dari realitas yang multi-kompleks”,
sejarah pemikiran bertolak dari kesadaran dan pemahaman terhadap
realitas kemasyarakatan yang empiris dan yang bisa diamati. Maka
jawab atas pertanyaan tentang arah perkembangan tatanan sosial,
bahkan juga politik, yang dianggap sebagai pemecahan dari
permasalahan yang dipancarkan realitas, bertolak dari pemahaman ini.
Pidato pembelaan Bung Hatta, seperti juga halnya dengan pidato
pembelaan Bung Karno, Indonesia Menggugat, di hadapan pengadilan
kolonial di Bandung (1931) memang dengan tertib mengikuti tahap-
tahap dari proses pemikiran ini –mulai dari pengamatan atas realitas
empiris (meskipun dengan mengutib buku-buku hasil studi ilmuwan
asing) kemudian interpretasi terhadap hasil pengamatan itu dan
akhirnya pemecahan pemasalahan. Hanya saja pemecahan atas
ketimpangan situasi itu tidak lain daripada terwujudnya kemerdekaan
bangsa.
Kedua pidato pembelaan itu diucapkan ketika perumusan dari
tujuan pergerakan kebangsaan Indonesia telah berada pada tahap yang
matang. Kemerdekaan sebagai tujuan pergerakan kebangsaan telah
semakin menjadi wacana yang biasa. Lebih daripada itu perdebatan
dalam strategi perjuangan pun bukan lagi sekadar diperdebatkan tetapi
telah pula diwujudkan dalam pilihan perilaku politik. Apakah tujuan ke
arah tercapainya kemerdekaan bangsa sudah harus sejak waktu ini
diwujudkan sistem perilaku yang pasti? Apakah untuk mencapai tujuan
ini harus diperlihatkan dalam penolakan kerjasama dengan kekuasan
kolonialisme -- sebagaimana yang disuarakan golongan non-kooperator?
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 17