Page 28 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 28
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
kepulauan ini. Tetapi apa artinya? Apakah hanya “para pejabat
Belanda” yang bertugas ”di tanah Hindia “ saja yang bukan bagian dari
“bangsa Hindia”? Maka Sarekat Islam, organisasi yang berdiri tanpa
ideologi politik tetapi dengan jelas menyatakan identitas diri—“Islam”.
Dalam proses selanjutnya pencarian nama dari komunitas yang terasa
telah semakin memperlihatkan kediriannya pun dilanjutkan.
Proses pencarian ini dilakukan para terpelajar sampai akhirnya
kata yang berasal dari konsep geografis dan antropologis dijadikan
sebagai nama dan simbol dari komunitas baru—komunitas yang telah
mengatasi ikatan tradisional—“Indonesia”. Ketika nama baru ini telah
dijadikan simbol perjuangan, maka pergumulan ideologis tentang
bentuk dan masa depan komunitas baru, yang disebut “bangsa” ini pun
bermula pula, tetapi dengan begini ternyatalah pula bahwa “bangsa”
bukanlah sesuatu yang diwarisi dari nenek moyang. “Bangsa” adalah
hasil imajinasi yang kreatif ketika berbagai realitas baru telah tampil
menantang dan di saat ingatan kepada kelampauan dirasakan sebagai
sumber inspirasi dalam melangkah ke depan. Setelah kehadiran
“bangsa” telah ditanamkan dalam sistem kesadaran berbagai asumsi
filosofis atau bahkan politik tentang eksistensi “bangsa” mulai pula
diperdebatkan. Maka perdebatan tentang apa yang dianggap sebagai
makna sesungguhnya dari konsep “Nasionalisme” bermula. Mestikah
diherankan kalau pergerakan nasionalisme dari bangsa-bangsa Eropa
dan Asia menjadi bahan pelajaran dan perbandingan?
Sejak Sarekat Islam berhasil menjadikan dirinya sebagai
organisasi yang menimbulkan kesadaran baru dan bahkan meningkatkan
rasa –percaya diri baru di kalangan masyarakat semakin intens juga
ketika itu pula perdebatan ideologis bermula.Pergolakan internal S.I ini
sangat dimungkinkan karena menurut ketentuan yang diberlakukan oleh
pemerintah kolonial organisasi ini tidak bisa mempunyai cabang-
cabang. Setiap apa yang disebut “cabang” itu dimungkinkan
mendapatkan rechtpersoon. Maka secara hukum cabang itu praktis telah
merupakan organisasi yang mandiri. Begitulah, ketika S.I.- Semarang
telah mulai bermain dengan cita-cita sosialisme, yang bersifat
internasional , karena pengaruh tokoh sosialis Belanda yang berdiam di
Semarang, Centraal S.I. yang tidak mempunyai hak untuk menguasai
cabang-cabangnya, memulai usaha “ideologisasi Islam”. Bagaimanakah
ajaran dari sebuah agama direnungkan dan dirumuskan sebagai sebuah
ideologi yang langsung berhadapan dengan corak ideologi-ideologi yang
lain? Dalam suasana inilah para pemikir Islam merenungkan dan
menanggapi kemunculan berbagai corak pemahaman, strategi
perjuangan dan bahkan cita-cita politik yang diajukan oleh partai dan
20 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya