Page 26 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 26

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                Ataukah  strategi  bekerja  sama  dengan  kekuasaan  kolonial  perlu
                dijalankan dengan harapan secara bertahap kemerdekaan bisa dicapai --
                seperti  yang  dijalankan  golongan  ko-operator?  Lebih  daripada
                perdebatan  strategi  perjuangan  di  masa  Bung  Hatta  menyampaikan
                pidatonya    pergerakan  kebangsaan  Indonesia    telah  memasuki  masa
                pertarungan ideologi.
                        Tetapi kalau  akar sejarah pemikiran politik kebangsaan ditelaah,
                maka  tampaklah  bahwa  pemecahan  masalah,  bukannya  penghamparan
                realitas empiris dan bahkan juga tidak pemahaman atas realitas empiris,
                yang  lebih  dulu  tampil  ke  dalam  wilayah  publik.    Ketika  majalah
                Insulinde  (1901-1904)  yang  terbit  di  kota  Padang,    mempropagandakan
                tentang betapa pentingnya masyarakat didera oleh semangat  “kemajuan”
                untuk memasuki   ”dunia maju”, majalah ini tidak memerlukan argumen
                yang  bertolak  dari  realitas  empiris.  Seruan  “kemajuan”  telah  langsung
                sampai ke jantung  pemecahan masalah. Realitas empiris rupanya sudah
                terlalu  jelas.  Tanpa  harus  dikatakan  realitas  yang  tak  terbantahkan  itu
                telah  berada  di  hadapan  mata.  Realitas  yang  tidak  dikatakan  ialah
                “Kompenie” adalah pemenang dan penguasa negeri “kita” dan kompeni
                memperlihatkan bahwa kekuasaan ini adalah bagian dari “negeri maju”.
                Jika  realitas  kehidupan  “kita”    dibanding  dengan  dunia  luar,  seperti
                Eropa  dan  juga  Jepang,  jelaslah  “kita“  kalah  dan  tampak  pula
                terbelakang. “Kita“ tidak atau belum menjadi bagian dari “dunia maju”.
                        Dalam  suasana  keinginan  untuk    memberikan  pemecahan
                terhadap  realitas  empiris  yang  tidak  perlu  lagi  dikatakan  ini  pulalah
                Abdul Rivai dalam tulisan-tulisannya yang dimuat dalam Warta Hindia –
                majalah yang terbit di negeri Belanda di awal abad 20--memperkenalkan
                berbagai  istilah  yang bernada sosiologis tetapi sesungguhnya mengajak
                “bangsa Hindia” (istilah yang dipakainya) untuk memasuki dunia baru.
                Dalam  tulisan-tulisannya  Rivai,  yang  sedang  memperdalam  ilmu
                kedokteran  sambil  bekerja  sebagai    redaksi  majalah,  berusaha
                membangkitkan  kesadaran  akan  keharusan  historis  untuk  memasuki
                “dunia  maju”.  Untuk  keperluan  itu,  katanya,    “bangsa  Hindia”  harus
                mendirikan  perkumpulan  “kaum  muda”.  Tetapi  ia  memperingatkan
                juga  jika “bangsa Hindia telah mencapai kemajuan mereka harus tetap
                bangsa  Hindia”.  Ketika  seruan  Rivai  akan  perlunya  mendirikan
                perkumpulan ditanggapi secara positif oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo
                dalam  tulisannya  dalam  surat  kabar  berbahasa  Jawa,  Retno  Dhumilah,
                iapun   menganjurkan     agar   “kaum    muda”    Jawa    mendirikan
                perkumpulan.  Kalau  sekiranya  tidak  tahu  caranya,  katanya,
                                                3
                “tanyakanlah pada dokter Rivai”.




                18     Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31