Page 29 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 29

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                organisasi  lain.  Bagaimanakah  Islam,  sebuah  agama  universal,
                menanggapi  berbagai  corak  pemikiran  politik    yang  muncul  dalam
                sebuah  bangsa,  yang  baru  diciptakan  dalam  imajinasasi  sejarah  tetapi
                diperjuangkan dalam ikatan kolonialisme?
                        Sejak  itu  setahap  demi  setahap  berbagai  corak  ideologi  yang
                ingin  dijadikan  landasan  dalam  usaha  mencapai  masa  depan  semakin
                banyak    bermunculan.  Bahkan  ketika  ini  pula  “nasionalisme
                kedaerahan”,  yang  dinamakan  Bung  Hatta  sebagai  “cultureel
                nationalisme”,  merumuskan  makna  ideologis  dari  kehadiran  dirinya.
                Pada  tahun  1920  Budi  Utomo  mengadakan    “Kongres  Nasionalisme
                Jawa, yang tentu saja ingin menghidupkan kebudayaan dan etika sosial
                “Kejawaan”  dalam  konteks    masyarakat  modern.  Maka    bolehlah
                dikatakan    bahwa  sejak  akhir  tahun  1910-an  dan  terutama  sejak  awal
                tahun 1920-an  sampai dengan awal tahun 1930-an, sebagai “ a decade of
                ideologies”    dalam  sejarah  pergerakan  kemerdekaan  Indonesia.    Dalam
                suasana  persaingan  ideologi  inilah  Bung  Karno    menulis  esei  panjang
                yang  berjudul  “Nasionalisme,  Islam  dan  Marxisme”  (1926),  yang
                menganjurkan  persatuan  dari  pengikut  ketiga  ideologi    dalam  usaha
                mencapai kemerdekaan bangsa.

                        Ketika    “dasawarsa  ideologi“    telah  dimasuki    tahap  –tahap
                dalam  alur  pemikiran,  seperti  yang  dengan  jelas  diperlihatkan  Bung
                Hatta  dalam  pidato  pembelaannya,    Indonesia  Vrij,  telah    mulai
                mengabur. Keputusan akhir mendahului segala argumen yang menjadi
                dasarnya.  Argumen  tentang  keabsahan  historis  dari  keputusan  historis
                yang  dibuat  Kongres  Pemuda  II  (Oktober  1928),  yang  kini  dikenal
                sebagai  “Sumpah  Pemuda”  adalah  hasil  studi  yang  menyusul  sedikit
                demi sedikit kemudian.  Seketika tekad akan kesatuan bangsa dan tanah
                air  dinyatakan serta ikatan kebahasaan diucapkan  maka rasa kebebasan
                dalam  perumusan  simbol-simbol    ideologis    terbuka  begitu  saja.
                Bukankah idiom utama telah diakui bersama?  Ketika ini pula berbagai
                slogan  sosial  dan  politik  dipakai  sebagai  simbol  dari  ideologi  yang
                diperjuangkan.
                        Kalau    sama  rata,  sama  rasa,    yang  pernah  diperkenalkan  Mas
                Marco  ketika  kesadaran  politik  baru  mulai  tumbuh,  bahkan  juga
                “marhaenisme”  yang disuarakan Bung Karno lebih bernada kesamaan
                sosial, maka seruan “Indonesia Merdeka, Islam Mulia”, yang diperkenalkan
                PERMI  (Perhimpunan  Muslimin  Indonesia).  Partai  yang  sangat
                berpengaruh di Sumatra Barat dan Tapanuli Selatan di awal tahun 1930-
                an  ini  ingin  menjembatani  perdebatan  Islam  dan  nasionalisme  dengan
                memperkenalkan ideologi “Islam dan Kebangsaan”.





                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   21
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34