Page 34 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 34
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
ditambah Tanah Semenanjung dan wilyah di Borneo Utara,yang
berada di bawah kekuasaan Inggris, serta Timor Timur, yang berada di
bawah kekuasaan Portugis. Maklumlah “kemerdekaan” dikira akan
didapatkan sebagai hadiah dari Tenno Haika, Kaisar Jepang. Tetapi
seketika Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan—bukannya yang
mendapatkannya sebagai “hadiah dari Jepang”-- tuntutan kewilayahan
hanya terbatas pada wilayah bekas “Hindia Belanda” saja. Sedangkan
pilihan untuk menentukan landasan kenegaraan menjadi perdebatan
yang timbul tenggelam yang nyaris tanpa henti—antara Pancasila dan
Islam--betapapun Indonesia telah mengalami masa revolusi
kemerdekaan, demokrasi parlementer dan dua periode otoriter dengan
nama “demokrasi terpimpin” dan “demokrasi Pancasila”. Hanya saja
setelah terjadi perbaikan dalam beberapa kata (“tujuh kata” dalam
Mukaddimah yang berganti nama menjadi Pembukaan UUD) dan
mencoret kata “beragama Islam” dalam artikel tentang syarat untuk
dipilih sebagai Presiden, UUD hasil kerja BPUPKI itu bertahan sampai
tahun 2000 – kecuali selama sembilan tahun (1950-1959) ketika UUD
RIS dan UUD Sementara 1950 dipakai.
Memang dalam perjalanan sejarahnya Republik Indonesia,
yang diproklamsikan pada tanggal 17 Agustus, 1945, sempat juga
menjalankan tiga UUD ,yaitu UUD 1945 , UUD Republik Indonesia
Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950) dan UUD Sementara 1950.
Ketika Presiden Sukarno melihat bahwa kemacetan dalam roda
pemerintahan disebabkan sistem pemerintahan bercorak demokrasi
parlementer maka pada tanggal 5 Juli 1959 iapun mengeluarkan Dekrit
Presiden yang menyatakan “kembali ke UUD 1945” yang bercorak
presidential. Berbeda dengan kedua UUD yang lain dalam UUD 1945
Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Presiden
dipilih dan diberhentikan oleh Majelis Permufakatan Rakyat. Seperti
halnya dengan DPR, anggota MPR dipilih dalam Pemilu. Meskipun
tidak langsung memperhatikan dan menilai pekerjaan lembaga ekskutif
MPR adalah Lembaga Tertinggi Negara, yang berkewajiban
merumuskan Garis Besar Haluan Negara.
Terlepas dari kritik tentang ketidak-stabilan pemerintahan—
mulai dari “revolusi sosial”, “kabinet jatuh bangun” dan “keresahan
daerah” dan sebagainya -- masa revolusi dan zaman demokrasi
parlementer (ketika UUD Sementara 1950 masih diperlakukan) adalah
pula periode dalam kehidupan kenegaraan yang diwarnai oleh
perdebatan pemikiran dan perbenturan ideologis. Jika dalam “dasawarsa
26 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya