Page 36 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 36

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                dengan  kedudukan  konstitusional  sebagai    “simbol  negara”    dan
                semakin  jengkel  pula  dengan  kegagalan  Dewan  Konstituante
                mendapatkan  2/3  suara  untuk  menjadikan    Pancasila  sebagai  dasar
                negara.    Akhirnya,  dengan  dukungan  Angkatan  Darat,  ia  mengambil
                keputusan  yang  drastis.  Pada  tanggal  15  Juli  1959  ia  mengeluarkan
                Dekrit Presiden yang menyatakan Republik Indonesia “kembali ke UUD
                1945”.  Republik Indonesia pun memasuki periode baru dalam sejarah
                kehadirannya    —Demokrasi     Terpimpin    telah   berdiri.   Dewan
                Konstituante dibubarkan dan setahun kemudian DPR pun “dibersihkan”
                dari  Masyumi dan PSI  -- dua partai yang  dituduh terlibat dalam PRRI.
                Dengan  landasan  ideologi-politik    yang  disebut  MANIPOL-Usdek
                (Manifesto  Politik—UUD  1945,  Sosialisme  Indonesia,  Demokrasi
                Terimpin,  Ekonomi  Terpimpin,  Kepribadian  Nasional)  dan  Indonesia
                pun  dengan  resmi  meninggalkan    demokrasi  yang  disebut  “liberal”.
                Prinsip “musyawarah-mufakat” pun dikumandankan. Inilah sistem yang
                dikatakan  sesuai  dengan  “kepribadian  nasional”.  Prinsip  NASAKOM
                (Nasionalisme,  Agama,  Komunisme)  dijadikan  sebagai  landasan
                kesatuan  politik.  Maka  Sukarno,  sang  Presiden,  menjadikan  esei  yang
                ditulis Sukarno, seorang mahasiswa yang telah terlarut dalam semangat
                perjuangan  bangsa,  sebagai  landasan  persatuan  bangsa.  Indonesia  pun
                memasuki    zaman  “  revolusi  nasional”,  yang  sesungguhnya  adalah
                “a  summary  of  many  revolutions  in  one  generation”.    Ketika  itu  pula
                Indonesia    menampilkan  diri  sebagai  pemimpin  dari  New  Emerging
                Forces, yang berhadapan kekuatan Old Established Forces --  dua kekuatan
                yang tak bisa menemukan kesesuaian.
                         Tetapi  “suasana  revolusioner”  yang  dibangkitkan  Presiden
                ternyata    tidak  berhasil  menciptakan  persatuan  betapapun  indoktrinasi
                diselenggarakan dengan penuh gairah.  Ketika puncak kejenuhan berada
                dalam suasana  serba revolusioner yang gagal menciptakan kemakmuran
                yang diimpikan maka konflik pun terjadi. Indonesia memasuki periode
                baru—suatu periode yang tak pernah terbebas dari suasana dendam yang
                tersimpan. Tetapi kini “revolusi” telah diganti menjadi “pembangunan”.
                Orde  Baru  telah  berdiri.  Maka  Indonesia  pun  mengalami    periode
                panjang tetapi “sedikit sejarah”.

                        Demokrasi  Terpimpin  atau  yang  disebut  Orde  Lama  tidak
                mematikan keragaman ideologi, tetapi dengan  indoktrinasi  Manipol –
                Usdek    dan  semboyan  persatuan  Nasakom  menjadikan  ideologi
                kehilangan kemampuan wacana. Dalam suasana serba- revolusioner ini
                dan  di  saat    konflik  internal  –  dengan  istilah  “aksi  sepihak”di  daerah




                28     Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41