Page 33 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 33
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
political games pun harus dimainkan juga—mungkinkah mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia dengan membantu Jepang, yang lebih dulu telah
dinilai sebagai fascisme militer?
Penderitaan dan kegetiran zaman pendudukan tentara Jepang
adalah kisah sejarah yang seperti enggan untuk didiamkan saja.
Ketidakwajaran apakah yang tidak terjadi dalam masa tiga setengah
tahun (Maret 1942-Agustus 1945) pendudukan militer Jepang itu? Tetapi
ketika waktunya telah datang—di pertengahan tahun 1945-- pemerintah
militer Jepang dengan resmi membuka sidang-sidang BPUPKI (Badan
Pemeriksa Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Meskipun yang
diundang sebagai anggota/peserta hanyalah para pemimpin dan pejabat
yang berada di pulau Jawa saja, tetapi bukankah pulau ini sejak masa
kolonial Belanda telah menjadi pusat kegiatan para pemimpin dan
tokoh yang berasal dari berbagai daerah? Memang ternyata banyak juga
anggota BPUPKI berasal dari daerah-daerah di luar Jawa.
Sidang-sidang BPUPKI ini boleh dikatakan sebagai klimaks dari
proses pertumbuhan cita-cita nasionalisme Indonesia dan perbenturan
ideologi tentang corak kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan.
Dalam sidang-sidang BPUPKI inilah untuk pertama kalinya segala
aliran pemikiran yang bertolak dari kesadaran ideologis yang berbeda-
beda dikemukakan dan diperdebatkan. Meskipun dengan gaya debat
yang serba ekspres tetapi dalam sidang BPUPKI ini pula keputusan
dibuat dan dirumuskan. Dibayangi oleh suasana perang Pasifik yang
telah semakin kritis sidang-sidang BPUPKI tidak membiarkan segala
sesuatu diperdebatkan berlarut-larut. Kesepakatan dan kesimpulan akhir
yang bisa disetujui bersama lebih dipentingkan daripada landasan
argumen dan alur pemikiran ideologis yang berbelit-belit. Dalam waktu
yang teramat singkat – sejak akhir Mei sampai akhir Juli, 1945--proses
nation formation yang formal pun mencapai klimaksnya yang terpenting .
Dalam sidang BPUPKI inilah hal-hal yang fundamental dalam
kehidupan kenegaraan dibicarakan dan diperdebatkan—mulai dari
bentuk dan sistem kenegaraan (maka dipilih negara kesatuan, yang
merupakan republik yang demokratis), batas wilayah negara (maka
yang dipilih konsep “Indonesia Raya”) dan akhirnya landasan
kenegaraan atau apa yang disebut philosophische grondslag. Tidak banyak
perdebatan tentang masalah yang pertama, tetapi tentang wilayah negara
sebuah problem muncul juga. Konsep romantik (ketika itu) “Indonesia
Raya”, yang mendapat suara terbanyak – entah karena bujukan
Sukarno, entah Yamin--berarti melingkupi bekas Hindia Belanda
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 25