Page 265 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 265

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                6.2.    Kekecewaan Terhadap Demokrasi Parlementer :
                       Kembali ke UUD 1945
                        Selepas perang kemerdekaan (1945-1949) muncul harapan yang
                tinggi dari masyarakat Indonesia agar segera terwujud hidup yang aman
                dan  sejahtera.  Tentu  saja  aspirasi  tersebut  sangat  wajar  mengingat
                perang  telah  mengakibatkan  banyak  penderitaan  dan  keadaan  tidak
                menentu. Banyaknya prasarana yang hancur  sehingga tidak mudah bagi
                pemerintah  dan  masyarakat  untuk  segera  memperbaiki  keadaan
                perekonomian yang memenuhi harapan.  Namun keinginan yang wajar
                itu  tidak  terpenuhi  bahkan  memunculkan  rasa  frustasi  yang
                berkepanjangan. Kehidupan bangsa dalam periode sesudah masa perang
                itu  diwarnai  dengan  ketidakstabilan  pemerintahan  karena  sering
                bergantinya kabinet. Banyak program yang seharusnya untuk mengatasi
                masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat menjadi terbengkelai. Benih-
                benih kekecewaan terhadap kondisi itu mulai mengemuka.
                        Persoalan yang segera dihadapi bangsa Indonesia di awal periode
                itu justru yang mengemuka pada aspek politik adalah soal bentuk negara
                serikat  dan  konstitusi  Sementara  (UUDS)  tahun  1950.  Republik
                Indonesia  Serikat  (RIS)  yang  menerima  “penyerahan  kedaulatan”  dari
                Belanda  pada  Desember  1949,  bukan  merupakan  bentuk  negara
                sebagaimana termaktub dalam UUD 1945, yakni negara kesatuan. Tidak
                itu  saja  tetapi  juga  karena  ada  anggapan  kuat  bahwa  bentuk  negara
                federal  yang  sebagian  besar  terbentuk  oleh  karena  disponsori  H.J.  van
                Mook maka hal itu tidak ada alasan  lain kecuali untuk menghancurkan
                Republik  Indonesia.  Ide  van  Mook  yang  menawarkan  bentuk  negara
                yang cocok bagi masyarakat kepulauan yang beragam sukub angsa dan
                kebudayaannya  dianggap  logis  dan  oleh  sebabi  itu  ditrima  di  banyak
                daerah.  Van  Mook  kemudian  mensponsori  untuk  menyelenggarakan
                Konferensi Malino 1946, yang merupakan awal dorongan pembentukan
                negara  bagian  atau  federal  di  Indonesia  pasca  Proklamasi  17  Agustus
                1945.  Gagasan  ini  dimungkinkan  oleh  karena  melalui  NICA  yang
                hendak mendirikan kembali penjajahan, mendapat lahan yang subur dari
                sikap dukungan daerah terutama di luar Jawa.
                        Begitulah maka berbagai tuntutan dari berbagai kalangan dalam
                masyarakat dan daerah untuk membubarkan RIS dan kembali ke bentuk
                negara  kesatuan  RI.  Mohammad  Natsir  sebagai  Perdana  Menteri
                berperan  besar  dalam  upaya  mewujudkan  terbentuknya  NKRI.
                Sementara  itu  UUD  1950  yang  mengamanatkan  praktik  pemerintahan
                negara  dijalankan  dengan  sistem  parlementer  dianggap  tidak  sesuai



                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   257
   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269   270