Page 268 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 268

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                menjadikan kehidupan tidak stabil. Jika dicermati lebih dalam, kekuatan
                pendukung  tindakan  Presiden  Soekarno  mengubur  “demokrasi  liberal”
                tak dapat lain adalah peran tentara Angkatan Darat (AD). Munculnya
                kekuatan  tentara  perlu  dilacak  dari  peristiwa  yang  terjadi  pada  bulan
                Oktober  1952.  Suatu  peristiwa  kontroversial  di  dalam  sejarah
                kontemporer Indonesia terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952 di Istana
                Merdeka, Jakarta. Ribuan orang berunjuk rasa yang menyerbu gedung
                parlemen  memporakporandakan  sejumlah  dokumen  dan  peralatan
                ruangan.
                        Sementara itu pasukan artileri AD mengepung dan mengarahkan
                moncong-moncong  senjatanya  ke  Istana.  Tidak  ada  yang  mengetahui
                dengan  pasti  apa  maksud  pasukan  itu.  Apakah  mereka  tengah
                mengancam presiden atau hendak melindunginya (Idris, 1996: 136-142).
                Kepala Staf dan Wakil kepala Staf AD di damping Menteri Pertahanan
                Sultan  Hamengkubuwono  IX,  menghadap  Presiden  Soekarno.  Mereka
                mendukung  demonstrasi  tentara  untuk  mendesak  Presiden  Soekarno
                membubarkan Parlemen (Sementara).

                        Mereka  juga  menolak  campur  tangan  politikus  sipil,  terutama
                yang berasal dari PNI di Parlemen ke dalam urusan intern tentara. Pihak
                tentara melihat campur tangan itu sebagai batu sandungan bagi proses
                modernisasi  tentara  revolusioner.  Dengan  didampingi  Wakil  Presiden
                Hatta dan sejumlah menteri, pembicaraan menjadi panas, dan Presiden
                Soekarno tidak memenuhi tuntutan mereka. Soekarno lalu berpidato di
                depan  massa  demonstran  dan  mengatakan:  “Saya  tidak  ingin  menjadi
                seorang  diktator".  Peristiwa  17  Oktober  1952  itu  berakibat  timbulnya
                gejolak di dalam tubuh tentara AD sendiri. Muncullah dua blok, yakni
                kelompok yang merencanakan pembangunan AD yakni Simatupang dan
                A.H. Nasution, kelompok pro peristiwa 17 Oktober dan kelompok Staf
                Umum  Angkatan Darat (SUAD) yakni Kolonel Bambang Supeno dan
                Zulkifli Lubis, kelompok yang anti demonstrasi 17 Oktober.
                        Peristiwa  17  Oktober  1952  merupakan  awal  ketegangan
                berkepanjangan  antara  pandangan  “revolusi  belum  selesai”  dan
                kebutuhan konsolidasi dan rasionalisasi” tentara. Inilah untuk pertama
                kalinya tentara terlibat dalam kancah politik nasional. Ketidakpercayaan
                militer terhadap politisi sipil telah mendorong pemimpin-pemimpinnya
                mengkonseptualisasikan pemikiran tentang eksistensi yang tepat. Mereka
                menyebut  dirinya  sebagai  “anak  kandung  revolusi”  dalam  konstelasi
                politik di sebuah negara bangsa yang baru berdiri.





                260    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   263   264   265   266   267   268   269   270   271   272   273