Page 273 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 273

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                        Situasi politik dan dukungan kuat tentara di bawah Jendral A.H.
                Nasution—yang  telah  belajar  dari  pengalaman  masa  lalu—telah
                memungkinkan  Presiden  Sukarno  mengajukan  gagasan  dijalankannya
                demokrasi  terpimpin.  Demokrasi  Terpimpin  telah  ditegakkan  dengan
                “kembali ke UUD 1945” dan menolak UUD Sementara tahun 1950 dan
                dengan  membubarkan  parlemen  yang  dibentuk  sebagai  hasil  Pemilu
                1955.  Tindakan  yang  dilakukan  Sukarno  ini  menjadi  salah  satu  faktor
                bagi terkendalanya perkembangan demokrasi di Indonesia. Ini menandai
                masa transisi perjalanan ke demokrasi terpimpin sebagaimana dikatakan
                oleh Daniel S. Lev.
                Demokrasi terpimpin seperti dikatakan Sukarno merupakan “penemuan
                kembali  revolusi  kita  rakyat  Indonesia”.  Dalam  sistem  politik  ini
                Presiden  Sukarno  bukan  saja  sebagai  Presiden  melainkan  juga  sebagai
                Kepala Negara tetapi juga pemimpin besar revolusi. Dalam peristiwa 17
                Oktober  1952  tentara  gagal  memaksa  presiden  Sukarno  untuk
                membubarkan parlemen.
                        Sejak  awal  1963  muncul  suatu  upaya  pencarian  kembali
                landasan  ideologi  Demokrasi  Terpimpin  yang  esensial.  Wongsonegoro
                menekankan  hubungan  antara  pemerintah  dan  rakyat  dengan  istilah
                kawula-gusti. Rakyat harus dibimbing sebaliknya pemimpin berkewajiban
                mengarahkan dan melindungi rakyat. Ini bukan sifat paternalistik.Wongso
                sudah  sejak  Persatuan  Indonesia  Raya  (PIR)  yang  dibentuk  pada  1948,
                setelah  menyatakan  keluar  dari  PNI.Roeslan  Abdulgani  menyatakan
                kembali  relevansi  ide-ide  Ki  Hajar  Dewantara  bagi  revolusi  Indonesia.
                Sementara  itu  Soepomo  menekankan  pada  kerukunan  dan  persatuan
                spiritual  dalam  pidato-pidato  BPUPKI  pada  1945.  David  Reeve
                mengemukakan terdapat empat polemik dalam perdebatan tentang kemana
                arah demokrasi terpimpin (Reeve, 2013:244-249).
                Pertama,  berasal  dari  Manifes  Kebudayaan  (Manikebu)  yang
                dikeluarkan  pada  17  Agustus  1963.  Sesungguhnya  selalu  terdapat
                hubungan antara kebudayaan dan politik, sejak tahun 1920-an. Namun
                sejak  tahun  1950-an  terjadi  perpecahan  mendalam  antara  para  penulis
                yang  mengajukan  tanggungjawab  seniman  untuk  memilih  tema  dan
                presentasi  dan  mereka  yang  menyokong  fungsi  seni  dalam  melayani
                revolusi.
                Tema  kedua  disokong  secara  lebih  agresif  pada  akhir  dekade  1960-an
                oleh  lembaga  seniman  PKI  yang  terorganisasi,  yaitu  Lekra.  Isu  impor
                film  Amerika  berkembang  menjadi  tema  polemik  ketiga.  Dibentuk
                Komando  pengganyangan  Film  Imperialis  Amerika,  sedangkan  tema



                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   265
   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277   278