Page 275 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 275
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Jakarta, Presiden Sukarno menerangkan makna Tugu adalah sesuatu
yang menjulang:
“ … adalah laksana satu ‘greep naar de sterren’ hendak memegang bintang
menjulang mencapai bintang di langit.. Buatlah rakyat itu rakyat yang
berjiwa. Buatlah Rakyat itu yang menuju pula kepada suatu kebudayaan
yang tinggi. Buatlah Rakyat itu satu Rakyat yang mempelajari dan
melatih dirinya dalam yang tinggi. Buatlah Rakyat itu Rakyat yang
bangga atas dirinya sendiri. Buatlah Rakyat itu satu Rakyat yang bangga
atas perjuangannya. Buatlah Rakyat itu Rakyat yang menghormati
pahlawan-pahlawannya yang telah gugur sesuai dengan ucapan saya:
bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghormati pahlawan-
pahlawannya yang gugur; bangsa yang demikian itu bisa menjadi bangsa
yang besar. Itu semuanya masuk di dalam golongan kebutuhan yang
urgen (Salam 1989:22-23).”
Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA)
1955 mendorong Sukarno lebih keras dalam menentang kolonialisme di
dunia. Dunia saat itu bagi Sukarno adalah zaman masih terdapat banyak
bangsa yang belum merdeka yang sebagian besar di Asia Afrika. Tahun
1960-an meskipun sudah mulai banyak bangsa memperoleh
kemerdekaannya, namun bentuk baru penjajahan tetap berlangsung.
Kolonialisme belum benar-benar hapus di muka bumi. Dalam konteks
itu Sukarno mengemukakan gagasan dan menggalang negara-negara
Asia Afrika sebagai kekuatan baru untuk melawan negara-negara
kolonialis yang sudah mapan, apa yang disebut sebagai “kekuatan lama”
(Old established forces=OLDEFOS).
Oleh karena itu sebagai antitesisnya Presiden Sukarno hendak
membangun “new emerging forces” (NEFOS), yakni negara-negara yang
baru merdeka dan sedang berkembang. Dalam kerangka itu pula
Presiden Sukarno berpidato di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada
tahun 1960 berjudul “membangun dunia baru”. Presiden Sukarno
melihat situasi zaman ketika itu memperlihatkan tatanan dunia yang
timpang antara negara-negara yang kaya dan maju dengan yang miskin
dan masih terbelakang.
Pidato Presiden Sukarno di PBB :” Di jaman perang urat syaraf ini
(PBB) haruslah dipindahkan ke Jenewa, Asia, Afrika atau ke daerah
netral lainnya di luar salah satu blok. PBB dilahirkan di saat umat
manusia sedang bangkit kembali dari neraka peperangan. Dalam banyak
hal, Piagamnya mencerminkan sekarang. PBB sekarang adalah bukan
PBB di bulan Juli di San Fransisco duapuluh tahun yang lalu, pula
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 267