Page 279 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 279
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
walaupun tidak meninggalkan idealisme perjuangan, diutamakan
kepentingan nasional, walapun tidak meninggalkan ideologi perjuangan
anti kolonialisme dan anti imperialism. Orde Baru pada hakikatnya
adalah suatu tatanan, sedangkan tujuannya ialah menciptakan
kehidupan sosial, politik, ekonomi, kultural yang dijiwai oleh moral
Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada peringatan hari Proklamasi 17 Agustus 1966 Presiden Soekarno
berpidato “Jangan Sekali-Sekali meninggalkan Sejarah” (Jasmerah). Jika
dicermati seksama pidato itu sesungguhnya memperlihatkan aspek
psikologis Sukarno sebagai tokoh utama bangsa yang sedang mengalami
masa surut. Sukarno khawatir rakyat Indonesia akan melupakan
perannya yang begitu hebat dalam membangun solidaritas bangsa. Bagi
Soeharto pidato itu terasa sekali bahwa Soekarno mengritik keputusan
yang dikeluarkan MPRS beberapa bulan sebelumnya. Sejak pidato itu
timbul reaksi di kalangan masyarakat yang memihak dan kontra
terhadap Bung Karno.
Orde Baru lahir dari runtuhnya kehidupan politik Demokrasi
Terpimpin yang revolusioner dan menimbulkan konflik dan
pertentangan di kalangan masyarakat bangsa.Harapan kehidupan bangsa
yang menjadi lebih baik gagal diwujudkan, mirip seperti aspirasi yang
muncul setelah perang kemerdekaan. Harapan suatu kehidupan politik
yang stabil pun tidak terwujud, malahan yang terjadi adalah “jor-joran”
politik. Akar-akar dan sumber konflik berlatar sosial-ekonomi yang lama
tersembunyi tiba-tiba muncul dan mengobarkan konflik antar golongan
ideologis yang saling berkompetisi.
Gambaran suasana harmonis berubah dalam sekejap ketika
bukan saja konflik dan kekerasan melainkan juga terjadi pembunuhan.
Malam bencana 1 Oktober dini hari dengan gugurnya 6 jenderal dan
seorang perwira TNI menandai tonggak sejarah sebelum dan sesudahnya.
Peristiwa ini seperti “point of no return” bagi akhir nasib sebuah partai yang
memperoleh suara terbanyak keempat Pemilu 1955, PKI.
Di awal masa Orde baru, Soeharto dan dukungan tentara
menghadapi masalah yang segera harus diatasi adalah ketidakstabilan
politik sebagai warisan zaman liberal dan Orde Lama. Mirip ketika
Sukarno bersikeras untuk memaksakan “retooling” dan “herordening”
atau “rekonstrurisasi sistem politik”, Soeharto dengan Orde Baru-nya
juga berbicara tentang pentingnya “retrukturisasi politik” dalam
kerangka kehidupan yang stabil dan harmonis. Sebagai pengganti
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 271