Page 283 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 283

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern




                dilahirkan pada tahun 1945, sangat besar dan bahkan menentukan dalam
                perjuangan  bangsa,  baik  dalam  perjuangan  menegakkan  dan
                mempertahankan  kemerdekaan  dan  dalam  mengkonsolidasikan  masa
                pembangunan.  Dwifungsi  ABRI  sebagai  alat  Hankam  dan  alat  sosial
                politik.
                Bagi  Soeharto  Orde  Baru  adalah  orde  Demokrasi  Pancasila  yang
                mengutamakan  kepentingan  rakyat  dan  bukan  kepentingan  golongan
                atau  pribadi.  Mereka  yang  perilakunya  tidak  sesuai  dengan  Pancasila
                dan UUD 1945 akan berhadapan dengan ABRI (Elson 2001: 305).
                Pemikiran Soeharto mirip dengan Sukarno dalam hal kepribadian atau
                jatidiri  bangsa.  Soeharto  mengatakan  bahwa  “masyarakat  yang  tidak
                mengenal  dirinya  sendiri,  masyarakat  yang  tidak  memiliki  kepribadian
                sendiri—seperti  halnya  orang  yang  tidak  mengenal  dirinya  sendiri  dan
                tidak memiliki kepribadian—akan senantiasa gelisah.  Masyarakat yang
                gelisah tidak akan bahagia; ia akan selamanya lemah. Dan masyarakat
                yang  lemah  tidak  mungkin  membangun  untuk  mencapai  cita-citanya
                (Bahan Penataran P-4, 1984:425).
                Sesungguhnya  tidak  terdapat  perbedaan  yang  tajam  jika  dibandingkan
                antara  pemikiran  Presiden  Soeharto  dan  Presiden  Sukarno  dalam  hal
                karakter  bangsa.  Dengan  menekankan  istilah  “jati  diri”  pada  dasarnya
                sama  dengan  “kepribadian  bangsa”.  Kedua  nya  tidak  menginginkan
                pengaruh  asing  ke  dalam  ciri  bangsa  yang  bangun  dari  nilai-nilai  dari
                dalam sendiri.

                Dasar  pemikiran  Soeharto  untuk  meletakkan  landasan  ideologis
                pemerintahannya dilakukan dengan sangat berhati-hati. Elson mencatat
                bahwa pemikiran Soeharto itu dengan memanfaatkan, memperkuat, dan
                memperluas gagasan-gagasannya yang ia kembangkan pada tahun 1950-
                an, yaitu Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila meletakkan dasar
                konsensus  bagi  dinamika  kehidupan  masyarakat  di  bidang  politik.
                Dalam  pengamatan  Elson  pula  bahwa  pandangan  Soeharto  tentang
                Pancasila begitu sempit. Hal itu dapat dilihat dari pidato Soeharto pada
                15 April 1968 yang menegaskan bahwa “ mencoba-coba menggunakan
                dasar  negara  yang  lain  dari  Pancasila  atau  menyelewengkan
                pelaksanaannya, hanya akan membawa malapetaka bagi seluruh bangsa
                seperti pengalaman pahit masa lalu” (Elson 2001: 330).







                                              Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya   275
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288