Page 278 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 278

Sejarah Pemikiran Indonesia Modern



                ke  arah  yang  ingin  dicapai.  Di  saat  Sukarno  lebih  suka
                mengidentifikasikan  dirinya  sebagai  “Pemimpin  Besar  Revolusi  dan
                Penyambung     Lidah    Rakyat”   bukan    sebagai   Presiden/Kepala
                Pemerintahan  yang  harus  mengurus  adminsitrasi  pemerintahan,  maka
                ketika itu semakin jelas telah terjadi krisis dalam kehidupan sosial-politik
                (Abdullah 2013:xxvii).


                6.5.    Dari Tragedi Nasional ke Pembangunan Nasional
                        Akhir masa pemerintahan demokrasi parlementer berujung pada
                peristiwa tragis yang terjadi pada tanggal 1 Oktober dinihari 1965. Suatu
                aksi  yang  menamakan  dirinya  sebagai  Gerakan  Tiga  Puluh  September
                telah  melakukan  penculikan  dan  pembunuhan  enam  jenderal  dan
                seorang perwira TNI. Tindakan kudeta terhadap pemerintah yang syah
                itu  telah  menimbulkan  gejoka  politik  yang  berkepanjangan.  Sejak  itu
                situasi  krisis  yang  terus  menerus  menyebabkan  ketidakstabilan
                kehidupan sosial dan politik. Setelah mendapat desakan kuat dari massa
                demonstrasi di akhir tahun 1965 dan awal 1966, maka Presiden Sukarno
                memberikan Surat Perintah kepada Jendral Soeharto untuk mengambil
                tindakan untuk mengatasi masalah bangsa tersebut.
                Soeharto  tidak menginginkan terjadinya  goncangan yang lebih keras.
                Pada  bulan  Juni  1966  dalam  sidang  umum  ke  IV  MPRS  menetapkan
                keabsyahan  Surat Perintah Sebelas Maret  (Supersemar). Atas landasan
                ini  Soeharto  mendapat  mandat  dari  MPRS  untuk  menjalankan  segala
                sesuatu  yang  berkaitan  dengan  kewenangan  dalam  masa  transisi
                kekuasaan.

                Tampaknya  Soeharto  tidak  mau  mengambil  suatu  tindakan  yang
                terlampau drastis yang jelas akan menimbulkan ketegangan politik dan
                yang akan menimbulkan pertentangan fisik karena Angkatan Bersenjata
                akan  terlibat  di  dalamnya,  sehingga  sebagian  besar  rakyat  akan
                terganggu hidupnya dan Orde Lama akan mendapat angin.
                Terbentuklah  “Kabinet  Ampera”  yang  mau  tidak  mau  masih
                menunjukkan  kompromi  antara  pikiran  lama  dan  pendapat  baru.
                Beberapa tokoh yang dianggap dekat dengan Presiden Soekarno masih
                masuk  dalam  kabinet  ini,  dan  Soeharto  ditetapkan  sebagai  Ketua
                Presidium Kabinet/Menteri Utama Hankam.
                Seminar  Angkatan  darat  di  Bandung  merumuskan  Orde  Baru,
                menghendaki  suatu  tata  pikir  yang  lebih  realistis  dan  pragmatis,



                270    Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya
   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282   283