Page 280 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 280
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
gagasan yang terus-menrus melekat pada Demokrasi Terpimpin yaitu
“paradigma konflik” melawan “musuh-musuh revolusi”, Orde Baru
merumuskan “paradigma konsensus”. Demokrasi terpimpin memakai
kata-kata hiperbola dan ungkapan bernada keras seperti “hancurkan
kepala batu” “retool”, maka Orde Baru memperkenalkan istilah halus
atau eufemisme seperti “diamankan” tetapi artinya “ditangkap” atau
“dibunuh” bukan bermakna “dilindungi”. Jadi kedua rezim itu
sesungguhnya mengaburkan realitas.
Pemerintah Orde Baru tidak menawarkan teori baru atau ideologi
revolusi. Meskipun “revolusi” itu sendiri seperti “ideologi” untuk waktu
lama dianggap sebuah kata kotor setidaknya dihindari karena tidak
disukai. Sebagai pengganti teori revolusi Orde baru mengajukan “Trilogi
Pembangunan” yang terdiri dari tiga aspek penting yakni “stabilitas,
pertumbuhan dan pemerataan”. Perhatikan aspek pertama yang
menekankan pentingnya “stabilitas” sebagai landasan kehidupan politik
bangsa. Ini karena faktor trauma yang ditimbulkan peristiwa tragis tahun
1965-66.
Presiden Soeharto berpidato di depan DPR
pada tanggal 16 Agustus 1967:
“Fungsi dan tujuan Orde Baru adalah mempertahankan memurnikan
wujud dan pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Orde Baru tidak lain adalah tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa,
dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan kemurnian
Pancasila dan Undang-undang dasar 1945”.
Kata-kata “diletakkan kembali” dalam konteks itu karena Orde Baru
bereaksi untuk mengadakan koreksi total atas “penyimpangan” terhadap
pancasila dan UUD 1945 rezim sebelumnya. Dalam pidatonya itu,
pejabat Presiden juga menyerang Orde Lama meninggalkan sila-sila
Pancasila. Orde Lama telah mengabaikan hak-hak azasi manusia karena
semua aspirasi ditentukan ditentukan oleh kemauan penguasa.
Presiden Soeharto mengulangi pidato kenegaraan tahun 1968
berjanji untuk mengatasi keterbengkelaian proses demokratisasi yang
harus dihidupkan kembali. Soeharto tidak menyukai istilah “revolusi
multi kompleks” yang akan menutup jalan untuk mewujudkan cita-cita
bangsa masyarakat adil dan makmur. Tiga masalah berat yang dihadapi
adalah merekonstruksi tatanan masyarakat-bangsa, merehabilitasi
ekonomi bangsa, dan merumuskan format politik yang cocok
masyarakat-bangsa. Dalam pandangan Soeharto kegagalan
272 Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya